Perjalanan ke Pulau Mandangin
”Hidup begitu pendek.
Agar nampak panjang,
kita mengisinya dengan perjalanan dan mabuk laut”
Kalau
anda mabuk laut, sementara air laut sedang meninggi disertai angin kencang,
jangan ke Pulau Mandangin! Percayalah, anda akan muntah-muntah. Sebab tak ada
jalur lain untuk menuju pulau Mandangin selain dengan perahu motor yang memakan
waktu sekitar satu setengah jam perjalanan dari Pelabuhan Tanglok, Sampang,
Madura.
Tapi
jangan menunggu sampai ada jembatan yang menghubungkan pulau yang luasnya hanya
sekitar 1,65 kilometer persegi itu dengan Kabupaten Sampang seperti laiknya
jembatan Suramadu. Sampai lebaran monyetpun nggak akan terwujud. Sebuah pulau
bisa dibangun jembatan jika memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Dan bisa dikeruk isi buminya oleh investor dan pemodal, memiliki potensi tenaga kerja yang
murah untuk diekploitasi dan sumber daya alamnya melimpah untuk dihisap sampai isi tulang
sumsumnya tak ada lagi. Mandangin tak memiliki itu. Penduduknya hanya 18.000 jiwa.
Mandangin cuma desa di Kecamatan Sampang. Rumah-rumah berderet padat. Jalanan sempit. Tak ada mobil mewah berkeliaran seperti di
Jakarta. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai nelayan. Kecuali Pulau yang
juga dikenal dengan nama pulau Gili dijual pada pengusaha dan disulap menjadi
pulau wisata dengan omzet miliaran per tahun, maka akses jembatan ke pulau
Mandangin akan jadi kenyataan. Tapi keindahan alamnya layak dkagumi.
Saya
sendiri saja yang sudah tinggal kurang lebih 16 tahun di Kabupaten Sampang baru
kali pertama ke pulau yang juga dinamai pulau Kambing itu. Bersama seorang
kawan bernama Maman Regal, saya berangkat ke pulau yang di masa orde baru
menjadi tempat pembuangan orang-orang pengidap penyakit lepra. Lepas dhuhur
kami menaiki kapal motor bernama “Dermaga Baru” dari Pelabuhan Tanglok,
Sampang. Ongkosnya tak mahal. Cukup Rp. 7.500,- per kepala. Dan anda akan
menikmati panorama laut selama satu setengah jam perjalanan. Itupun kalau air
laut sedang tenang. Kalau air laut sedang tidak bersahabat, bersiaplah
menderita. Kapal motor diombang-ambingkan gelombang. Kadang tempias air laut
bisa sesekali mengenai wajah. Kepala puyeng dan muntah. Kawan saya saja yang
tumbuh dan besar di pulau itu masih sering mabuk laut kok waktu naik kapal
motor dan kondisi laut sedang garang. Tapi
hari itu air begitu tenang. Kapal motor bergerak dengan santai. Nyaris tanpa
goncangan gelombang. Hanya bising mesin perahu yang cukup mengganggu
pendengaran.
Selama sehari
semalam tinggal di pulau yang juga dinamai pulau Kambing (dinamai begitu karena memang banyak
kambing berkeliaran di jalan-jalan sekitar pulau siang dan malam) nyaris tak
saya temukan mobil. Yang banyak justru
Suasana "pasar" ikan di halaman rumah warga Mandangin. |
Sekitar pukul
16.30 WIB seorang kawan lagi bernama Umar Faruk menjemput kami dengan motornya.
Bertiga kami berboncengan menuju pantai pasir putih yang letaknya tak jauh dari
rumah Maman Regal. Di Pantai Pasir putih saya mengambil beberapa gambar. Tak
terlalu menarik menurut saya. Mungkin karena sore itu matahari belum
benar-benar turun di garis horizon.
Gugusan perahu di pantai pasir putih, Kampung Mandangin Barat. |
Pantai Pasir putih kampung Mandangin Barat |
Senja di Pantai Candhin, Mandangin Timur. Dok. Pribadi |
Setelah puas
mengambil gambar dari daratan tertinggi di pantai itu, kami langsung turun ke
pantai. Matahari sudah tenggelam. Tapi semburat warna senja terus menunjukkan
keindahannya. Saya mengeluarkan tripod. Memasangkan kamera saya. Lalu memotret
lagi. Usai adzan maghrib kami baru meninggalkan pantai. Lumayan berkeringat, karena kami harus menaiki bukit tempat motor Faruk di parkir.
Pantai Candhin, Kampung Mandangin Timur |
Jalanan di
pulau Mandangin menuju pulang ke rumah Maman begitu gelap. Menurut cerita Faruk sudah hampir
satu bulan PLN padam di pulau ini. ”Nyalanya bergiliran. Malam ini giliran
kampung saya. Besok malam kampung Maman menyala” cerita Faruk. Isu diluaran
listrik Mandangin padam karena unsur politik. Sebab sebelumnya tak pernah padam
listrik. ”Usai pilihan caleg ini listrik di sini jadi padam sampai satu bulan”
ujar seorang warga. Saya jadi ingat suasana tahun 1999. Ketika Madura padam.
Kabarnya kala itu, serat fiber PLN bawah laut terkena jangkar kapal. Menyusahkan
memang. Saat itu di Jakarta sedang ramai sidang istimewa MPR dan rencana
penurunan Gus Dur sebagai presiden RI yang sah. Sementara tokoh-tokoh ulama
Madura mengultimatum, jika Gus Dur lengser, Madura merdeka.
Mendung pagi di Pantai Candhin, Kampung Mandangin Timur |
Masih Pemandangan pagi di Pantai Candhin, Kampung Mandangin Timur. cuma geser dikit aja dari view diatas |