10+2 Film terbaik tahun 2017
Ada
ratusan film yang beredar sepanjang 2017. Tapi cukup sedikit yang saya tonton. Dari
semua film itu tentu tak semua bagus dan tak semua buruk. Nah, kali ini saya
akan membagikan film-film bagus selama 2017 menurut versi saya. Karena ini
berdasarkan versi saya, maka yang saya seleksi tentu saja film-film yang sudah
saya tonton. Mungkin ada film keluaran tahun 2017 yang belum saya tonton dan
bagus, ini tentu keterbatasan saya.
Mungkin di
antara film-film itu ada film bagus dan kebetulan saya tonton belakangan di
awal 2018, maka saya akan menggeser satu atau dua daftar film terbaik menurut
saya tadi. Tentu untuk kepentingan lain.
Tapi untuk
sementara, dari semua film yang saya tonton, saya akan memilih 10 film terbaik
menurut versi saya. Apa indikator saya untuk melakukan pemilihan itu? Alur,
plot dan unsur penceritaan. Eksterior dan interior juga saya perhatikan. Seperti
deskripsi ruang, karakter dan dialog. Efek CGI bukan jadi acuan utama saya
meski saya pertimbangkan. Rating tinggi di IMDB saya abaikan. Sebab belum tentu
rating tinggi merupakan film bagus atau sebaliknya. Urutan film terbaik yang
saya pilih bukanlah rangking. Jadi urutan pertama belum tentu lebih bagus dari
urutan sepuluh. Dan seterusnya dan seterusnya. Saya mengurutkannya secara acak.
Kalian protes
dengan daftar film terbaik menurut versi saya? Tak apa-apa. Saya akan tanggapi
selama prosedural dan obyektif. Kalau sudah subyektif dan berdasarkan like and
dislike tanpa pertanggungjawaban metodis sebagaimana penilaian sinematografi,
silahkan kalian bikin daftar sendiri. oke, saya mulai.
1.
Logan (2017)
Dibangun dengan eksterior gelap dan suram. Dengan alur
cerita yang dramatis, dibalut eksen, tidak bisa tidak, Logan adalah film yang
layak tonton. Logan menampilkan hal yang berbeda dari kebanyakan film-film
franchise X-Men. Ide cerita film ini sederhana; tak ada yang lebih tangguh dari
waktu. Bahkan mereka yang kuat dan tak bisa mati pun akhirnya harus bertekuk
lutut di hadapan usia. Semua akan ringkih pada waktunya. Dan Hugh Jackman
berhasil memerankan Wolverine tua dengan cukup menyentuh dan tak gampang
dilupakan. Si artis cilik Dafne Keen yang berperan sebagai X-23, putri Logan,
juga keren aktingnya.
2.
Bad Genius (2017)
Garapan Nattawut Poonpiriya, sutradara muda asal
Thailand ini bukan main-main. Sutradara kelahiran 1981 ini sepertinya memang
spesialis film thriller. Sejak pertama digosipkan banyak kritikus film di
pertengahan 2016, saya sudah menunggu film ini. Dibangun dengan alur maju
mundur seperti film Atomic Blonde dan Invisible Guest, khas film thriller.
Pemeran utamanya, Chutimon Chuengcharoensukying, memang nggak seaduhai Gal
Gadot atau Punpun
Sutatta Udomsilp atau Sananthachat Thanapatpisal, yang sama-sama dari Thailand.
Tapi aktingnya luar biasa. Padahal ini adalah film pertamanya. Idenya sih,
semua orang pernah menyontek. Tapi pernahkah kalian membobol ujian STIC, ujian
internasional untuk memilih universitas keren di seluruh dunia (seperti UMPTN)
yang ketatnya luar biasa dan menjual kunci jawabannya untuk menjadi kaya? Nah,
ketegangan itu yang dibangun di film ini. Sederhana, tanpa unsur percintaan
dalam cerita. Tapi ampuh bikin jantung berdebar. Pantas saja, sejak rilis
pertamakali dan diikutkan di kompetisi film, film kedua Garapan Nattawut
Poonpiriya langsung menyabet banyak penghargaan. Yach, orang genius tidak
berbanding lurus dengan moralitas memang.
3.
The Wall (2017)
Ini film indie besutan amazon studio. Modal film ini
sangatlah rendah. Latar hanya ada di satu lokasi (gurun pasir di Iraq).
Tokohnya cuma tiga; Isaac (Aaron Taylor-Johnson) dan atasannya, Sersan Matthews
(John Cena) dan Juba (Laith Nakli). Durasi cuma
90 menit. Jauh sekali dengan film Dunkrirk yang modalnya besar. Tapi
dibanding Dunkrirk, film ini jauh lebih menegangkan. Sebab Tak sekadar aksi
tembak-tembakan, karakter psikopat turut menambahkan bumbu psychological
thriller yang menjadikan The Wall semakin seru. Sutradaranya? Doug
Liman yang memang ahli sutradara film perang. beberapa filmnya yang bagus
adalah Edge of Tomorrow, Mr dan Mrs Smith, dan Bourne. Dan Aaron Taylor Johnson merupakan salah
satu pemenang
Golden Globes tahun ini. Maaf, saya tidak memasukkan Dunkrirk sebagai film terbaik versi
saya, karena saya tertidur saat menontonnya. Padahal ratingnya 8,1. Sebenarnya
ada film Liman yang lain yang hendak saya masukkan dalam list ini, yakni American Made yang diperankan Tom Cruise,
tapi ndak jadi. American Made terlalu Fun, sementara skandal CIA tidak tergarap
mendalam. Saya masukkan cadangan aja dech American
Made.
4.
War for the Planet of The Apes (2017)
Dramatis, menyentuh, lucu, menyebalkan. Matt Reeves
berhasil memadukan semua perasaan itu dalam film kedua dari trilogi film yang
bercerita tentang pertarungan manusia dan non manusia. Merupakan kelanjutan
dari dua film sebelumnya yang berhasil menembus box
office versi Hollywood, Rise of The Planet of The
Apes (2011) dan Dawn of The Planet of The
Apes (2014).
Digarap dengan sinematografi berkelas ala Hollywood,
digodok menggunakan efek CGI (Computer Generated Image)
yang ciamik, suka tak suka film ini adalah film yang layak tonton. Matt Reeves
dan kawan-kawan sukses menyihir penonton seakan-akan berada dalam peradaban di
mana spesies kera lebih superior dibanding manusia.
5.
IT (2017)
Sejak pertamakali dikenalkan dalam bentuk novel oleh
Stephen King pada 1986, Kisah Pennywise, si badut menyeramkan itu sudah sukses
menjadi daya tarik. IT laris diburu pembaca. Mencoba mengulang sukses yang
sama, novel itu kemudian oleh Tommy Lee Wallace diangkat ke layar televisi
berupa film serial dpada 1991 dan mendulang sukses yang sama.
Kini, Warner Bros Pictures menggaet sutradara Andy Muschietti dan penulis Chase Palmer, Cary Fukunaga, serta Gary Dauberman, untuk kembali mengangkat kisah teror legendaris, Pennywise serta petualangan tujuh bocah dengan paranoia masing-masing yang menyelidiki misteri anak hilang di kota mereka, ke layar lebar. Tentu saja dengan efek CGI, teror badut itu jadi tampak lebih nyata, meski sebagaimana umumnya film yang tak bisa merangkum keseluruhan isi novel beberapa perubahan cerita dari bentuk asli novelnya jadi tak terelakkan. Tapi It tak kehilangan apapun dalam layar lebarnya. Ia adalah nostalgia buat mereka yang pernah dibikin ngeri oleh imajinasi Stephen King. Buat mereka yang belum pernah nonton It era 1990 dan Novel It tahun 1986, film ini adalah teror baru yang menyegarkan. Menyulut rasa takut penontonnya sampai pada titik terendah.
Saingan film ini sebenarnya Annabelle: Creation dan Pengabdi
setan. Tapi baik Annabelle dan Pengabdi Setan saya tak menontonnya.
6.
WIND RIVER (2017)
Kalau kalian menyukai film Sicario (2016) atau film
Hell or High Water (2016), tentu kalian akan juga suka sama Wind River. Sebab
ketiga film tersebut adalah garapan Taylor Sheridan. Dua film yang saya
sebutkan di atas malah masuk nominasi Penulis Skenario Terbaik di ajang Writers
Guild of America Awards 2016 dan Academy Awards.
Wind River adalah film thriller berkisah pembunuhan
seorang gadis berusia 18 tahun yang terjadi di Wind River Indian Reservation,
yang terletak di Wyoming, Amerika Serikat. Dibintangi oleh akris cantik
Elizabeth Olsen sebagai detektif pemula yang ditugaskan mengungkap pembunuhan
tersebut.
Meski kisahnya bertema drama misteri pembunuhan yang
mencekam, Wind River sengaja mengangkat disparitas sosial antara kaum kulit putih dengan kaum
Indian. Secara tidak langsung film ini hendak menyindir pemerintah AS yang cenderung
memperlakukan penduduk Indian, sebagai pemilik sah tanah Amerika, dengan tidak
adil hingga sekarang. Sejak tayang perdana pada September lalu, film ini sudah
menyabet beberapa penghargaan, mulai dari Sundace Film Festival, Sydney Film
Festival 2017 dan penulis cerita terbaik di Cannes Festival 2017. Meski
demikian, film yang saya pilih ini tidaklah sekeren The Girl with the Dragon Tattoo milik David Fincher yang rilis 2011
silam. Tapi tontonan genre detektif saya terbatas tahun ini.
Sebenarnya di genre ini ada film yang diadaptasi dari
novel Agatha Cristie, yakni Crooked
House dan Murder on the Orient Express. Crooked House sendiri
menurut saya kurang menarik. Sedangkan Murder on the Orient Express belum nonton. Hehehe.
7.
BABY DRIVER
Saya sebenarnya tidak ingin memasukkan film besutan
Edgar Wright ini dalam daftar film ini. Tapi pilihan saya terbatas. Yang sudah
saya tonton sedikit sekali sepanjang 2017. Sementara film yang beredar begitu
banyaknya. Sebenarnya film ini punya scane aksen yang oke,
soundtrack-soundtracknya seakan menyatu dengan narasi cerita. Di awal cerita
alurnya masih padat dan menyenangkan. Film ini hanya keteran di ending saat
memberikan Twist plot. Kisah percintaannya juga klise. Tentu saja paling kuat
adalah karakter Ansel Elgort yang berperan sebagai Baby. Cakep, culun, aneh
tapi cerdas. Edgar Wright berhasil bikin film kebut-kebutan ini keliatan
nyentrik, penuh gaya dan soundtrack rock n roll tahun 80an yang seakan nyawa
dari film ini. Sayang keteteran di bagian akhir. Tapi film Overdrive tak bisa
menyainginya. Fast an Furious masih formula lama.
8.
A TAXI DRIVER (2017)
Jika di Indonesia film korea digemari karena
Drama-drama romantisnya (orang kemudian menyebutnya drakor), di korea sendiri,
orang korea justru meminati film sejarah bangsanya sendiri. makanya ketika The
Battleship Island tayang perdana di bioskop Korea, film itu banjir penonton.
Termasuk juga di Indonesia barangkali.
Tapi ada yang luput mungkin, saat The Battleship Island tayang, film Taxy
Driver justru menyalip di tikungan dalam jumlah penonton. Sekedar info saja, Di
hari pertama penayangannya di Korea, A Taxi Driver menduduki posisi pertama
yaitu menjual 698.090 tiket dan meraih penghasilan lebih dari 4 juta dolar.
Hanya dalam dua hari, film ini pun sukses meraih satu juta penonton. Di hari
ke-7 penayangannya yaitu pada 8 Agustus, A Taxi Driver sudah ditonton oleh
lebih dari 5 juta orang. Angka 5 juta orang itu baru bisa diraih The Battleship Island pada hari
ke 8 penayangannya.
Tak hanya itu saja. A Taxi Driver
kemudian dipercaya pemerintah Korea Selatan sebagai perwakilan Korea Selatan
dalam ajang Academi Award.
Ketika membaca judulnya, saya pikir film ini adalah adaptasi film
berjudul sama besutan Martin Scorsese pada tahun 1976. Film
tersebut pantas diremake ulang sebab di tahun 70an, film yang disutradarai
pembuat film Silance itu pernah meraih piala oscar ke-49 dan masuk salah satu
film klasik yang layak tonton di zamannya. Tapi ternyata saya keliru. Film
besutan Jang Hoon justru bertema lain. Politik. Bercerita tentang Supir taksi
yang mengantarkan wartawan Jerman ke Gwang Ju, sebuah wilayah di Korsel yang
tengah dilanda konflik akibat tindakan represi militer Korsel di tahun 1980an.
Konflik Gwang Ju adalah efek domino dari kudeta militer Jenderal Chun Doo-hwan
terhadap perdana menteri Choi Kyu. Rakyat Korea menentang kudeta itu. Demo di
mana-mana. Yang paling parah di Gwang Ju dan mula-mula dilancarkan mahasiswa
Chonam University.
Jujur pada sejarah sendiri itu pedih memang. Apalagi
mengungkap borok sejarah bangsa sendiri. dan Korea Selatan seperti sudah
berdamai dengan sejarahnya. A Taxi
Driver adalah perwakilan untuk pengakuan dosa itu. Dan dosa saya di bagian
ini, saya tidak nonton The Battleship
Island.
9.
Belum saya pikirkan. Saya sedang ingin
memasukkan film India di bagian ini. Tapi tontonan film India saya terbatas.
Sedangkan film India tahun 2017 dengan berbagai judul sudah beredar luas di
Bollywood. Beberapa sudah diikutkan produser dan sutradaranya ke ajang festival
film di belahan eropa dan asia. Namun film India yang tahun ini saya tonton cuma
Kaabil (menarik, tapi tak punya
perbandingan film lain di tahun 2017 untuk seleksi), Commando 2 (tidak bagus menurut saya), Newton (juga tidak menarik. Tentang orang yang mensukseskan pemilu).
Hindi Medium belum juga nonton. Secret of Superstar karya Aamir Khan
juga belum nonton. Kedua film itu punya peluang untuk saya saingkan dengan
Kaabil. Raees nya Shah Ru Khan, yang
rilisnya sengaja dibarengkan dengan Kaabil
untuk memotong ‘pasar’ Hrithik Roshan juga ndak tertarik menonton.
10.
Juga belum saya pikirkan. Kata beberapa teman
yang kuliah sinematografi film Coco menarik. Tapi saya belum menontonnya. An Ordinary Man oleh beberapa teman
dipilih sebagai film terbaik versi mereka, tapi saya tidak memilihnya. Datar. Justice League, Guardian, Guardian of Galaxy,
Spiderman: Homecoming, Power Rangers, tidak saya pilih
karena,ya, formula film pahlawan super dari dulu ya masih begitu aja. Kalaupun
tak menemukan pilihan lain saya akan menjatuhkan pilihan pada SHOT CALLER dan BRAWL IN THE CELL aja.
Gimana dengan film Indonesia? Apa saya perlu memasukkan Posesif karya Edwin di sini biar tidak
melupakan film negeri sendiri? persoalannya, film yang konon mendapatkan 10 penghargaan film dari negeri sendiri ini, saya tidak nonton. Etapi saingan Posesif
justru ada Breathe karya Andy Serkis
dan The Mountain Between Us garapan Hany Abu Assad yang pemerannya adalah pemain Titanic, si cantik Kate Winslet serta ada
Beauty and the Beast. Ah,
sudahlah...
---
Dari semua
itu, jangan-jangan yang saya tonton cuma film-film yang saya sebutkan di atas
tadi ya? ilegal pula.