jutaan hujan
tumpah dari langit hitam
yang muram
kami terpaksa berteduh disini
di bekas gudang pelabuhan
menunda perjalanan, menunda kepulangan
malam ini hujan begitu sempurna
guntur dan petir memecah udara
dingin yang garang, gelap dan gigil
menebal ketakutan
tapi cuaca tak bisa menghentikan harapan
seorang penjual jamu gendong
dengan payung kecilnya menerobos hujan
menunggu angkutan yang bisa
segera membawanya pulang
tak peduli bajunya basah
oleh genangan hujan yang
dilindas kendaraan
o, kepulangan. ia misteri masingmasing orang
malam ini
pada puisilah kulanjutkan perjalanan
pada puisilah kumenemu jalan pulang
Madura Maret, 2010
WAKTU
JEJAK
- Artikel (93)
- Cerpen (20)
- Esai Budaya (31)
- Jendela Rumah (24)
- Kesehatan Masyarakat (5)
- Pendidikan (10)
- PUISI (71)
- Resensi Buku (25)
JEDA
Senin, 28 Maret 2011
HUJAN MALAM INI
DIKEPUNG HUJAN
DIKEPUNG HUJAN
Hujan mengepung’
Hujan mengepung
Hujan mengepung
Hujan mengepung
Hujan mengepung
Dan aku berlindung
Pada kenangan
Pada masa silam
Di rumah aku lahir
Di dunia bertarung
menguak takdir
hujan mengepung
hujan mengepung
hujan mengepung
menunggang hujan
menuju sarang
ujung akhir
jalan pulang
hujan mengepung
nasib mengapung
***
Minggu, 20 Maret 2011
PADA DUKA TSUNAMI JEPANG
Pada Duka Tsunami Jepang
dibawah langit yang muram
bumi di Honshu bergetar
ribuan rumah dan gedunggedung menjulang
pecah dan tumbang
dihantam gelombang laut yang muntah
dari perut bumi yang pecah
o, kehidupan begitu rapuh
dan alam begitu angkuh
tanpa ragu melintas
memberi jalan pada maut yang kekal
hai, lihat!
sepasang geta usang nyangkut di fondasi jembatan
10.000 sakura terbang ke awan
menuju kekeabadian
dibawah langit yang muram
bumi di Honshu bergetar
dan airmatamu hanyut
bersama kimonomu, kembali ke laut.
kembali ke jalan maut
madura, 15032011