Lanskap Perjalanan
dari bangku belakang bis antar kota
kulihat ratusan antena menuding ke barat
ke arah mana aku harus berangkat
kusaksikan juga laut berkilauan
ombak begitu ramah
langit biru dan terang
pepohonan bakau kian jarang
seekor camar terbang sendirian
jadi teman bagi sepi
yang mempersiang segala yang pergi
pasar ikan Tanjung baru saja lewat
tak kucium amis ikan sebab hidung mampat
tapi masih bisa kurasakan sesak dada nelayan
susah payah menuntun sampan ke pantai
kulitnya yang legam terbakar
seperti kulit nasibnya yang hitam
dipanggang api penjajahan
yang tak pernah usai
di sampan itu kulihat anak perempuannya
berdiri memeluk tiang layar
memandang jalanan
memandang bis yang ringkih berjalan
tatapannya, kosong
sekosong tangki diesel perahu
menderu tersendat-sendat menjelajahi lautMu
tapi, jauh di horison selat itu
sebuah cerobong mengepulkan asap hitam
pengeboran minyak lepas pantai terus berjalan
tapi bukan untukmu, wahai anak-anak nelayan
dari bangku belakang bis antar kota
sajakku menggigil
seperti demam flu
di tubuhku
Maret 2012
WAKTU
JEJAK
- Artikel (93)
- Cerpen (20)
- Esai Budaya (31)
- Jendela Rumah (24)
- Kesehatan Masyarakat (5)
- Pendidikan (10)
- PUISI (71)
- Resensi Buku (25)
JEDA
Senin, 02 April 2012
LANSKAP PERJALANAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar