Aku lahir dari selongsong rahim
yang meludahi bumi dengan liur darah
aku tinggal di gigir musim
yang tak henti menancapkan sejarah
aku mencatat ibu
dengan liur darahmu
yang mulai mengental di bibir vaginamu
hingga malam tiba
hingga tak ada dinding putih yang tersisa
aku mencatat sisa-sisa perihmu
berharap sakit itu tenggelam dalam aduhmu
"sekuat apapun kau mencoba
derita ini tak akan lepas dari jejakmu, anakku.
seperti juga bahagia, ia adalah teman menuju
jalan pulang kita"
dan ketika detik-detik jatuh
bergelantungan di embun pagi
aku saksikan liur darah ibu
mengering dan menjadi peta
di tiap tarikan nafasku
aku mencatat ibu
dengan liur darahmu
yang mulai mengental di bibir vaginamu
Surabaya-Madura 12 Juni 2009
WAKTU
JEJAK
- Artikel (93)
- Cerpen (20)
- Esai Budaya (31)
- Jendela Rumah (24)
- Kesehatan Masyarakat (5)
- Pendidikan (10)
- PUISI (71)
- Resensi Buku (25)
JEDA
Jumat, 12 Juni 2009
Rahim dan Vagina Ibu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
wew puisnya bagusss bgt... jago bikin puisi yac
acch,....nggak juga, masih belajar kok!
Satire nan penuh keagungan...
kontroversial nan penuh keindahan...
imajinasi yang penuh pertentangan
Salam dari Monyet kekekeke
Beta Saja
Posting Komentar