Lambaian Tangan Ibu
Dari pinggiran kampung nelayan
antara terminal dan jalan besar
Ibu melambaikan tangan
pada bis yang membawaku pergi
merantau –
jauh dari kampung halaman
tempat ari ariku ditanam
bis terus melaju
melewati ratusan tiang lampu
tak hirau pada perpisahan itu
di kursi belakang bis malam
antara kantuk dan hari depan
airmata jatuh diam-diam
selalu ada yang pergi, selalu ada yang kembali
tapi tidak kasih sayangmu, ibu
ia punya rumahnya sendiri dalam memori
Ibu, kini terpisah tol dan gedung-gedung
tak bisa lagi kulihat wajahnya yang lebam
menahan pukulan zaman
tapi selalu kukenang matanya yang merah
menangis kala gundah
o, hidup yang mudah jadi hampa
ibu membuatnya penuh udara
itulah mengapa selalu ada jadwal pulang
ke rahimmu, Ibu
walau sebentar
Madura Mei, 2011
WAKTU
JEJAK
- Artikel (93)
- Cerpen (20)
- Esai Budaya (31)
- Jendela Rumah (24)
- Kesehatan Masyarakat (5)
- Pendidikan (10)
- PUISI (71)
- Resensi Buku (25)
JEDA
Rabu, 21 Desember 2011
Lambaian Tangan IBU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar