WAKTU

JEDA

Selasa, 12 Mei 2015

Mereka yang Menghabiskan 80 Juta Rupiah dalam Setengah Jam

Kasus tertangkapnya AA dalam bisnis pelacuran kelas atas bikin heboh publik. Bukan karena penggerebekannya yang dramatis, tetapi karena tarifnya. Bayangkan saudara, untuk sekali crot seorang pria hidung belang harus merogoh kocek 80 juta rupiah. Bukan angka yang sedikit untuk ukuran saya. Uang segitu udah cukup buat beli mobil murah merek Ayla atau Agya yang sampai saat ini bahkan untuk membeli rodanya, saya masih mikir duakali. Apalagi untuk ukuran seorang Tuki, tukang becak motor di kampung saya.

Sebenarnya soal gerebek pelacuran satuan polisi pamong praja dan kepolisian memang paling jago. Cuma levelnya masih kelas coro. Pinggiran. Pelacuran kelas teri. Yang bahkan bagi seorang pelacur kelas pinggir jalan itu, untuk dapat 10 juta saja, mungkin harus rela kerja selama tiga bulan nonstop tanpa prei. Sementara yang ini, kelas elit. Padahal, ya, nikmatnya vagina masih begitu begitu juga. Cuma mungkin beda sensasi aja. Duh...pusing pala babi.

Bagaimana nggak pusing, uang sebanyak 80 juta hanya dibuat untuk memuntahkan sperma usai bergesekan dengan vagina yang barangkali hanya perlu waktu paling lama setengah jam. Waktu sependek itu membuat uang 80 juta sudah harus rela berpindah tangan. Orang macam apa yang begitu gampang melepas duit yang kalau dibelikan cendol itu bisa memenuhi dua kolam renang? Toh vagina perempuan di mana-mana sama saja. Masih vertikal. Tidak horisontal. Masih terus ditumbuhi bulu bukan ditumbuhi gedung-gedung pencakar langit. Masih licin kalau terangsang tidak keras seperti moncong senapan atau kenalpot telo. Jadi, laki-laki macam apakah gerangan yang mau menghabiskan uang untuk hal yang tak masuk akal bagi orang kebanyakan itu?

Pertama, jelas orang kaya yang penghasilannya sebulan bisa satu miliar sehingga angka 80 juta rupiah seperti sekedar uang dua puluh ribu di saat saya gajian. Begitu enteng dikeluarkan dan diberikan pada ponakan atau sepupu yang pulang kampung. Atau lebih tegasnya orang kaya yang sombong, sehingga uang 80 juta rupiah hanya dihabiskan hanya untuk short time main dengan pelacur. Kalaupun bukan orang kaya yang sombong, tentu kelas menengah yang stress berat, sehingga uang 80 juta yang bertahun-tahun ia tabung dengan laku hidup hemat akhirnya dihabiskan cuma buat ngasah keris tumpul di gua garba habis kehujanan. Tapi senekat-nekatnya kelas menengah, jelas susah ditemukan kebenarannya untuk menghabiskan tabungan 80 juta hanya untuk sekali crot.

Kedua, jelas orang kaya yang buruk rupa, yang di masa mudanya tak pernah bisa berkencan dengan perempuan yang cantik jelita dengan cara yang normal. Normal dalam artian, pacaran, tunangan, sampai akhirnya menikah. Sehingga untuk memuaskan obsesinya mengencani cewek-cewek jelita ciptaan bapak dan ibunya itu harus rela menghamburkan uang sedemikian banyaknya. Sebab orang-orang tampan macam saya tak perlu harus merogoh kocek sampai segila itu untuk hanya sekedar mengencani cewek cantik. Cukup tebar pesona dan pasang senyum, para perempuan yang tertarik pasti akan segera meminta tukeran nomor telepon.

Ketiga jelas orang kaya yang sadar betul bahwa adagium hidup kaya raya dan mati masuk surga bukanlah takdir dirinya. Mereka sadar takdirnya hidup kaya raya dan matinya disiksa dalam neraka. Karena duit sebanyak yang dia punya tak didapat dengan cara halal, melainkan dengan cara haram; menindas orang, merampas hak orang lain,menipu buruhnya sendiri, hingga korupsi. Akhirnya, daripada sama sekali tidak bisa menikmati peluk cium dan desah berahi para bidadari di surga maka ia memutuskan untuk menikmati bidadari-bidadari dunia. Terserah berapapun harga yang harus dibayarnya. Pokoknya ia harus menikmati sebanyak-banyaknya bidadari dunia yang mampu memuaskan syahwat liarnya sebelum ajal menjemputnya.

Buat mereka yang mengejar surga dan masih punya harapan untuk mendapat surga setelah kiamat, buat apa menghabiskan uang sebanyak itu untuk mengumbar syahwat. Mending diamalkan ke masjid atau mushalla. Atau buat menyantuni anak yatim dan orang miskin. Sebab balasannya jelas, surga. Dan orang-orang macam begitu boleh membayangkan bahwa memek bidadari di surga tentu lebih nikmat dari memek bidadari di dunia. Dan halal. Kecuali tidak digerebek FPI atau perlu stempel halal MUI.
Jadi nikmat apalagi yang hendak kau dustai wahai sodaraku?