WAKTU

JEDA

Selasa, 06 Desember 2016

PILIHAN HIDUP

PILIHAN HIDUP


Di sebuah apartemen mewah, di tengah kota New York, di tahun 1920an, sebuah "keluarga" sedang berkumpul. Sepasang “kekasih” berdiri di depan jendela apartemen. Si perempuan menatap kota New York yang berdebu dan suntuk dari ketinggian dengan bimbang. Matanya redup. Pikirannya kalut. Si lelaki menggenggam tangan si perempuan dan berkata.

“Katakan, Daisy, katakan bahwa kau tak pernah mencintainya. Katakan bahwa kau mencintai aku. Dan segala penderitaanmu akan lenyap. Aku akan membawamu pergi. ”

Si lelaki itu adalah Jay Gatsby. Lelaki itu dulu adalah pacar Daisy. Cukup lama mereka berpacaran. Namun kecamuk perang dunia I memisahkan cinta mereka. Sebenarnya bukan itu saja. disparitas sosial keduanya juga mempengaruhi hubungan mereka. Jay seorang pemuda miskin. Daisy berasal dari keluarga kaya. Jay merasa tidak sebanding dengan Daisy. Untuk menaikkan status sosialnya, Jay Gatsby memutuskan menjadi tentara. Meninggalkan Daisy. Sebenarnya Daisy telah menunggu Gatsby. Namun kejelasan nasib Gatsby dalam kecamuk perang lama-lama kian redup hingga tak ada lagi kabar beritanya.

Waktu dan peristiwa bisa mengubah seseorang. Lima tahun berpisah, Cinta Daisy pada Gatsby perlahan-lahan luntur. Ia memutuskan menikah dengan Tom Buchanan, seorang pria kaya di daerahnya. Dan di karuniai seorang anak perempuan yang cantik. Daisy menduga Gatsby telah mati di medan perang.
Tapi nyatanya tidak. Pasca perang dunia I, Amerika tumbuh menjadi negara dengan kemampuan ekonomi yang digjaya. Masyarakat Amerika tengah menikmati kemakmuran yang disebabkan oleh meningkatnya pendapatan negara dan laba. Banyak bermunculan orang kaya baru yang antara lain mendapatkan keuntungan dari penyelundupan dan penjualan alkohol. Saat itu, alkohol dilarang dijual dan dikonsumsi sebagaimana yang diamanatkan dalam Amandemen ke-18 Konstitusi Amerika Serikat yang diberlakukan pada 16 Januari 1920 dan Volstead Act yang disahkan pada 28 Oktober 1919. Dan Jay Gatsby salah satu orang kaya baru yang beruntung itu. pensiun dari tentara, ia terlibat bisnis ilegal yang kemudian mengubah garis hidupnya. Dari lelaki miskin menjadi lelaki borjuis bergelimang harta.

Meski kaya raya dan jadi gunjingan banyak orang, Jay Gatsby adalah sosok yang misterius. Ia rutin menggelar pesta di rumahnya, mengundang semua orang dan menyuguhkan kemeriahan dan kemewahan pesta dengan gratis, tapi tak pernah muncul di pesta tersebut. Banyak spekulasi mengenai Gatsby yang muncul dalam perbincangan para tamu di tiap-tiap pesta. Bahwa ia pernah membunuh orang, pernah menjadi mata-mata Jerman, atau berasal dari Oxford dan pernah kuliah di sana. Namun Gatsby tak pernah mau peduli. Ia tak pernah muncul. Tak pernah menampakkan diri. Tapi setiap malam minggu pesta selalu digelar di rumahnya, di East Egg, New York.

Tak pernah ada yang tahu bahwa pesta-pesta itu dibikin hanya untuk menarik perhatian Daisy, kekasihnya, yang tinggal di West Egg, di seberang teluk, berhadapan dengan rumahnya. Sengaja Gastby membeli rumah yang berdekatan dengan rumah Daisy hanya untuk bisa berdekatan dengan Daisy.

Sekian puluh pesta telah digelar tapi Daisy tak jua menampakkan batang hidungnya. Namun Gatsby tak kehilangan akal. Setelah tahu sepupu Daisy, Nick Carraway, tinggal di sebelah rumahnya, Gatsby mengundang secara khusus Nick pada sebuah pestanya dan meminta bantuan untuk mempertemukan dia dengan Daisy. dan untuk pertamakalinya Gatsby muncul di muka publik di depan tamu-tamu pestanya.

Rencana itu berhasil. Gatsby bertemu Daisy. Beberapakali melakukan kencan buta. Hingga akhirnya Gatsby berniat mengambil Daisy dari pelukan Tom Buchanan, suami sah Daisy. Gatsbylah yang mengatur pertemuan antara Tom, Daisy, Gatsby, Nick dan pacarnya di apartemen milik Gatsby yang berakhir dengan pertengkaran hebat itu.

“Katakan, Daisy, katakan bahwa kau tak pernah mencintainya. Katakan bahwa kau mencintai aku. Dan segala penderitaanmu akan lenyap. Aku akan membawamu pergi. ” Gatsby kembali mengulangi perkataannya. kali ini lebih keras dari yang pertama.

Daisy terdiam. Lama sekali. Dia menatap pada suaminya, Tom Buchanan yang duduk berjauhan dengan tempatnya berdiri bersama Gatsby. melihat itu, Tom Buchanan lantas berdiri dari kursi dan mondar mandir di depan pintu kamar. Hatinya meradang melihat istrinya disentuh Gatsby. Tapi ia tak sanggup melakukan apa-apa.

“Aku tidak mencintainya. Aku tidak pernah mencintai Tom” Daisy mengucapkan itu dengan nada lirih dan berat, seakan terpaksa. Kalimat itu nyaris tak terdengar semua orang yang berada di dalam apartemen mewah itu. Airmatanya terus jatuh.

Gatsby tersenyum. Merasa puas pada keberanian Daisy. sementara Tom, suami Dasisy, yang mendengar pernyataan istrinya mendadak naik pitam. ia meletakkan gelas birnya dengan keras di meja.

“Tidak pernah? Termasuk pada hari aku menggendongmu di Puch Bowl agar sepatumu tidak basah? Tidak pernah? Termasuk saat malam pertama di bulan madu kita? aku tahu aku banyak dosa padamu. Aku berselingkuh. Tapi aku selalu kembali padamu. Aku mencintaimu. Daisy...jujurlah pada kata hatimu.”

Tom memang suami yang buruk di mata Daisy. ia berasal dari keluarga kaya di New York. meski demikian Ia sering kali berselingkuh di belakang Daisy. Namun meski Daisy mengetahuinya, dia tetap tak meninggalkan suaminya dan hidup bersama di rumah mewah mereka di area “East Egg” bersama anak perempuan mereka. Sampai akhirnya Gatsby datang dalam kehidupan Daisy dan mencoba kembali lagi mereguk kisah cinta mereka yang dulu berantakan karena perang dan status ekonomi.

Daisy terus terisak. Suasana dalam apartemen itu yang mulanya penuh pesta minum, jadi penuh haru. Gatsby memeluk Daisy. Tapi Daisy kali ini menepis tangan Gatsby. Perempuan cantik berambut pirang dengan potongan pendek itu mendekati meja bir. Mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Airmatanya masih terus mengalir membasahi pipinya yang lembut dan putih itu.

“Jay Gatsby, kamu terlalu banyak keinginan. Aku mencintaimu. Tapi itu semua telah berlalu. Aku bohong jika aku tak mengatakan aku juga mencintai Tom. Tolonglah, Jay, mengertilah posisiku.”

Pada masa kejayaan ekonomi Amerika di tahun 1920-an yang kerap disebut “The Roaring Twenties” kemunculan orang kaya baru dengan kehidupan glamour membuat lunturnya nilai-nilai moral terlebih dalam hal menjaga kesetiaan terhadap pasangan hidup. Angka perceraian terus meningkat dari tahun ke tahun. Perselingkuhan dalam rumah tangga menjadi jamak dan telah jadi rahasia umum. memelihara perempuan atau lelaki simpanan jadi hobi kebanyakan orang kaya baru itu. Di masa-masa itulah, Jay Gatsby mencoba masuk lagi dalam kehidupan Daisy, untuk menarik Daisy, kekasih hatinya di masa lalu itu, dalam kehidupannya. Tepatnya merebut Daisy dari tangan Tom.

Mendengar kata-kata itu, Tom menyalak. “Dengarlah Gatsby, apapun yang kau lakukan tidak akan mengubah kenyataan.”

Gatsby kali ini meradang. Ia membanting gelas birnya dan menggebrak meja. Kemudian melompati Tom, meringkus kerah bajunya dan mengepalkan tangan kanannya ke udara. Siap menghantam Tom.
“Tutup mulutmu. Tutup mulutmu!”

Tom terkejut. Tapi ia tak berbuat apa-apa. Suami Daisy itu pasrah. Daisy terus menangis dan menangis melihat peristiwa itu. Melihat Daisy menangis, Gatsby menghentikan tindakannya. Ia melepas cengkeraman tangannya di kerah baju Tom. Menghampiri Daisy dan mencoba memeluknya lagi. Tapi Daisy lagi-lagi menepisnya. Gatsby terus berbicara hal-hal romantis di telinga Daisy. Tapi makin Gatsby banyak bicara, Daisy makin menutup diri.

“Tom, bawa aku keluar dari sini!”

Daisy berlari keluar apartemen. Gatsby menyusulnya. Tom membanting pintu Apartemen. Dan begitulah segala cerita itu berakhir. Dalam perjalanan mengantar Daisy pulang ke rumahnya, Gatsby menabrak seorang perempuan di dekat pom bensin yang tak lain adalah selingkuhan Tom Buchanan. Sang suami perempuan itu marah. Berikutnya datang mengendap-endap ke rumah Gatsby dan menyarangkan dua butir peluru di dada Gatsby saat usai berenang. Gatsby mati bersimbah darah meninggalkan semua harta bendanya yang melimpah dan meninggalkan cintanya pada Daisy yang terus bertepuk sebelah tangan. Gatsby mati dalam kehampaan. Sementara Daisy terus melanjutkan hidupnya bersama suaminya, Tom Buchanan.

Itulah kisah yang ditulis oleh penulis Amerika F.Scott Fitzgerald (1896-1940) dengan judul Great Gatsby. Mula-mula novel itu terbut pada tahun 1925, namun pasar tidak meresponnya terlalu serius. Ketika pertama kali terbit, hanya terjual novel hanya terjual 25 ribu copy selama sisa hidup Fitzgerald yang meninggal pada usia 44 tahun.

Baru ketika The Great Gatsby dipublikasi ulang pada tahun 1945 dan 1953, novel itu menjadi sangat laris dan melambungkan nama Fitzgerald sebagai pengarang kelas dunia. Tak cukup itu saja. Karya-karya Fitzgerald kemudian menjadi bacaan wajib anak sekolah di Amerika sebagai dasar mengenal budaya dan prilaku orang Amerika. Kelebihan karya-karya pria kelahiran St. Paul Minnesota, Amerika, 24 September 1896 silam itu adalah kritiknya terhadap kaum borjuis yang suka berfoya-foya dan menerabas moralitas masyarakat yang dibalut dalam kisah percintaan yang rumit. Popularitas novel Great Gatsby kemudian diadaptasi ke dalam drama, opera dan film.

Dalam film, setidaknya ada tiga versi adaptasi. Pertama diproduksi pada tahun 1974 yang dibintangi Robert Redford dan Mia Farrow. Kemudian pada tahun 2000 yang dibintangi Toby Stephens dan Mira Sorvino dan Paul Rudd sebagai Nick. Dan yang terakhir versi 2013 hasil karya Sutradara favorit saya Baz Luhrmann dan dibintangi oleh Leonardo DiCaprio dan Carey Mulligan. Semuanya menggunakan judul yang sama The Great Gatsby.

Apa yang bisa ditarik dari karya F.Scott Fitzgerald? Sungguh pernikahan merupakan suatu yang sakral dan bukan perkara main-main. Kata orang, pernikahan lebih besar dari rasa cinta. Namun sebenarnya kebesaran pernikahan karena rasa cinta itu melingkupi kesakralan pernikahan itu sendiri. Menikah berarti merajut hidup masa depan dengan orang lain. jika tidak sanggup mempertahankan pernikahan ada baiknya tidak menikah sama sekali. mempertahankan sesuatu memang perlu keberanian.

Setiap orang berhak berpacaran sebelum melakukan pernikahan. Dan berhak menikah dengan orang lain selain pacarnya karena berbagai alasan. Tapi ketika sang pacar di masa lalu itu menuntut rasa cinta di masa lalunya itu berulang, rasa ego cintanya, tidak berhak merusak pernikahan yang terlanjur dibangun dan melibatkan banyak orang dan banyak sekali perasaan. Daisy bimbang, namun pilihan terbaiknya adalah mempertahankan keluarganya.


Yach, apa boleh bikin. Salah satu hal paling menjengkelkan dari menjadi manusia adalah saat berurusan dengan momen macam ini: meninggalkan atau ditinggalkan. Dan itu bukan berarti hidup tak adil. Sebab dari situ kita belajar bahwa nikmat terbaik dari hidup adalah kerelaan menerima kenyataan.










cover film Great Gatsby, 2013
Buku Great Gatsby terbitan Serambi Pustaka, 2010

Kamis, 01 Desember 2016

DEMI CINTA

DEMI CINTA

Seorang lelaki tua, usia 70 tahun, yang sedang telanjang karena usai bersenggama, mengatakan sesuatu pada kekasihnya yang juga tua dan telanjang, yang membuat perempuan itu berlinang. 

“Aku sudah menunggu momen ini selama 54 tahun”

“Ya, aku tahu, aku tahu, kau sudah pernah mengatakannya padaku.”

Keduanya kemudian berpelukan dalam kamar. Melanjutkan percintaan mereka. Di luar, angin laut berhembus pelan. Semilir dan membius. Kapal, tempat sepasang kekasih itu mereguk keindahan cinta, bergoyang pelan. Mengikuti riak gelombang laut di sore yang pelan-pelan melarut ke dalam malam berkabut. Di tiangnya berkibar bendera kuning diembus angin. 

Lelaki tua itu bernama Florentino Ariza. Sedangkan sang perempuan bernama Fermina Daza. Keduanya bukan sepasang kekasih yang hidup bersama sejak muda seperti dalam novel Notebook karya Nicholas Sparks yang kemudian difilmkan dengan judul sama dan mendulang sukses di Amerika. Keduanya baru saja bertemu, setelah suami Fermina meninggal karena terjatuh dari tangga. Keduanya kemudian menuntaskan takdir cinta mereka yang terenggut dinding pembatas di kala muda. Sungguh penantian panjang dan melelahkan. 

Cinta mereka mula-mula bersemi di Argentina, di tahun 1879, ketika wabah Kolera mengamuk dan mencabut banyak sekali nyawa manusia. Florentino yang miskin dan bekerja sebagai pengantar telegram mendadak jatuh hati pada pandangan pertama kepada si jelita Fermina yang lahir dari keluarga kaya. Tak berpikir panjang, Florentino yang mahir menulis puisi kemudian mulai menulis surat cinta atau menantikan Fermina di luar rumahnya untuk sekedar menarik perhatian dan melihat wajah cantik pujaan hatinya. berharap cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. 

Gayung pun bersambut. Bait-bait puisi yang ditulis Florentino dalam surat-suratnya dengan getar kata penuh perasaan akhirnya meluluhkan hati Fermina, hingga gadis ini bersedia menikah dengannya. 

Sayang hubungan itu tidaklah mulus. Memang tak ada yang mulus dalam cinta. Ayah Fermina, Lorenzo, menentangnya. Soalnya sederhana, perbedaan kelas sosial. Untuk memutus jalinan cinta itu, akhirnya sang ayah mengirim putrinya berdiam dengan keluarganya yang lebih kaya, di luar kota hingga belasan tahun lamanya. Dan tak ada yang lebih menyakitkan dari kehilangan cinta. Florentino remuk mengetahui kenyataan pahit itu. Ia demam berhari-hari. Jiwanya limbung. 

Meski begitu rasa cintanya pada Fermina tak juga kemput. Florentino terus memelihara cintanya melalui surat-surat cinta yang ditulis tanpa henti, dan tak terkirimkan sembari menunggu pujaan hatinya kembali pulang. 

Namun waktu bisa merubah seseorang. Saat Fermina kembali, dia sudah menjadi perempuan yang berbeda. Baik secara fisik maupun cara pandang. Dalam soal memaknai cinta Florentino, tentu atas tekanan Ayahnya, Fermina akhirnya menganggap cintanya pada Florentino sekedar cinta monyet belaka dan mustahil diharapkan berakhir di pelaminan dengan bahagia. 

"Cinta kita yang dulu hanya ilusi. Jadi jauhi aku. Kita selesai" ujar Fermina pada Florentino saat mereka untuk pertamakalinya bertemu di sebuah pasar, setelah perpisahan itu.

Untuk mempertegas pernyataannya, Fermina, terpaksa menikah dengan Juvenal Urbino, seorang dokter muda yang ganteng, yang dianggap lebih sepadan oleh Fermina. Pertemuan keduanya terjadi saat Fermina sakit dan diobati Juvenal. 

Apakah Florentino Ariza mengubur dalam-dalam cintanya pada Fermina Daza? Nyatanya tidak. Florentino Ariza bersedia menunggu selama setengah abad untuk bisa hidup bersama dengan pujaan hatinya. Namun ia menunggu dengan kegetiran yang amat sangat dalam. Bercinta dengan banyak sekali perempuan untuk membunuh kebosanannya dalam penantian. ia melakukannya dengan perasaan pedih dan begitu hampa. 622 perempuan sudah ia tiduri selama penantian panjang yang melelahkan dan membuatnya nyaris sakit jiwa itu. Tubuhnya bersenggama dari satu perempuan ke lain perempuan. Namun jiwanya masih memeluk bayangan Fermina. 

Kisah-kisah Florentino dalam meniduri perempuan-perempuan itu ia catat dalam jurnal hariannya, bukan dalam format 3gp. Ia terpaksa melanggar janjinya sendiri untuk menjaga keperjakaannya selama menunggu Fermina Daza. Hari demi hari, seiring kekayaannya berlimpah karena sukses bekerja di perusahaan kapal sebagai sekretaris, ia bermain api cinta semu dengan banyak wanita. Sampai hari yang ditunggunya tiba jua. Suami Fermina meninggal dunia setelah jatuh dari tangga saat hendak menangkap burung. Dan Florentino datang lagi dalam kehidupan Fermina. Mula-mula ditolak. Namun Florentino kembali menulis dan mengirimkan surat-surat cintanya pada Fermina. Fermina pun luluh juga. Keduanya kemudian menuntaskan cinta yang tertunda lebih dari setengah abad. 

Terkesan fiktif? Iya, ini memang kisah novel klasik yang ditulis pemenang nobel sastra asal Kolombia, Gabriel García Márquez, yang kemudian difilmkan ulang oleh Mike Newell di tahun 2007. Dengan penulis skenarionya Ronald Harwood, peraih Oscar untuk skenario The Pianist. ketika Film ini ditayangkan perdana. banyak kritikus film menganggapnya film buruk dari berbagai film yang diadaptasi dari novel. Pasalnya sederhana, plot film terlalu mengikuti plot novel. bagi mereka yang pernah membaca buku penulis novel 100 tahun kesunyian itu, film itu terasa sekedar sinopsis novel. Unsur realisme magis yang menjadi kekuatan Gabriel Garcia Marquez dalam novel-novelnya lenyap.

Tapi bukan itu yang hendak saya sampaikan. Soalnya adalah tak ada yang fiksi dalam cinta. Cinta memiliki keajaibannya sendiri. Di dunia nyata ada kisah yang hampir mirip dengan apa yang ditulis Gabriel García Márquez. Salah satunya, Ah Ji asal Taiwan. Ah ji rela tinggal dan menua selama 20 tahun di stasiun kereta api Tainan. Semuanya bermula dari sebuah janji untuk bertemu di stasiun tersebut pada jam yang telah ditentukan. Laiknya pria yang akan berkencan dengan pujaan hati, Ah Ji pun mengenakan pakaian yang sangat rapi untuk menemui sang kekasih. Namun, hingga 20 tahun kemudian, sang kekasih tak kunjung datang. Dan Ah Ji tetap setia menunggu, sebab percaya kekasihnya akan datang. 

Tindakan Ah Ji bagi beberapa orang menggelikan. Bisa juga disebut keterlaluan. Tapi ini soal daya tahan saja. mereka yang tak punya daya tahan menunggu cinta, akhirnya memilih beralih ke hati lain dan menjalani hidup dengan orang lain. Membiarkan cinta lain tumbuh dan bersemi sambil terus membunuh cinta silam yang tak jua memberi kejelasan nasib.

Itu bisa terjadi pada siapa saja. termasuk kita juga. Benarkah kita telah menikahi atau memacari orang yang benar-benar mencintai kita? Jangan-jangan dalam hatinya, ia sedang menunggu orang lain, orang yang didambakannya dalam kenangan untuk bisa bersamanya. Jangan-jangan kita yang sedang menghabiskan waktu bersama pasangan kita untuk sekedar menghabiskan waktu sembari menanti momen yang tepat untuk bisa bersama dengan pujaan hati yang karena berbagai keterbatasan di masa silam tak bisa dimiliki. Siapa yang tahu isi hati seseorang? Kita bisa menikahi atau memiliki orang yang kita cintai, tapi kita tak pernah bisa menikahi jiwanya secara total. Lagipula fisik bisa terus menua, tapi gelora cinta akan tetap muda dan berbahaya.
Sungguh beruntunglah mereka yang bersama karena cinta, karena benar-benar saling mencintai, bukan karena pelarian dari perasaan cinta yang sejati yang tak bisa dimiliki. 

Cinta dan kenangan itu seperti iblis. Ia mengganggu, menghantui dan tak bisa mati.