WAKTU

JEDA

Selasa, 29 April 2014

Saya dan DSLR Canon (2/habis)


Pengalaman Menggunakan Canon EOS 70D


Canon kembali menggebrak penggemar fotografi dengan kamera SLR semi pro barunya bernama EOS 70D. Diluncurkan pertama kali pada medio Juli 2013 di Jepang. Peluncuran kamera pengganti DSLR canon EOS 60D itu berbarengan dengan peluncuran DSLR canon seri 100D dan 700D di kelas entry level. Sedangkan tiga kamera baru besutan perusahaan Jepang khusus gambar dan optik yang awalnya bernama Kwanon itu resmi masuk Indonesia pada Oktober 2013.

  Berbekal sensor APS-C Dual Pixel CMOS AF dengan prosesor gambar DIGIC 5+ yang digunakan pada EOS 5D Mark III serta resolusi gambar sebesar 20.2 megapixel, Canon 70D seakan hendak menantang saingan terberatnya, Nikon, yang lebih dulu meluncurkan kamera DSLR semi pro pengganti seri D7000, yakni D7100. Sekedar diketahui kinerja prosesor gambar Digic 5+ tersebut sudah terbukti baik pada 5D Mark III dalam mengeksekusi gambar, bahkan di tempat dengan cahaya minim sekalipun. Karena salah satu fungsinya adalah untuk menekan kemunculan noise. 

Resolusi gambar sebesar 20.2 megapixel dengan sensor APS-C Dual Pixel CMOS AF merupakan terobosan baru buat kamera semi pro yang dirilis perusahaan yang awalnya didirikan oleh Yoshida Goro dan adik iparnya Uchida Saburo di Tokyo, Jepang, itu. Pasalnya, pada tahun-tahun sebelumnya, meski Perusahaan yang pada 1933 masih bernama Seiki-kougaku-kenkyuujo telah meluncurkan banyak kamera DSLR APS-C atau crop factor seperti; 50D, 550D, 600D, 650D, 700D, 100D, hingga 7D, resolusi gambar yang digunakan masih 18 megapixel. 

Apakah dengan peningkatan resolusi gambar menunjukkan peningkatan kualitas gambar? Nyatanya sama saja. Pada pengambilan gambar di rentang ISO 100-400 sulit membedakan apakah sebuah foto diambil dengan canon EOS 550D, 600D, 7D atau 70D. Perbedaan baru terasa kala menggunakan ISO tinggi dan pemotretan dilakukan di tempat minim cahaya tanpa lampu kilat. dengan syarat, sekali lagi dengan syarat, lensa yang digunakan sama sejenis. Ya, kalau membandingkan sebuah foto yang diambil dengan lensa kit dengan sebuah foto yang diambil dengan lensa L (Luxury) Canon, sebaiknya anda lekas gantung diri. Itu sama aja mempertandingkan Cris John sama Mike Tyson. Beda kelas Sob. Tapi dengan makin meningkatnya kemampuan banyak tukang foto dalam olah gambar macam photoshop, sebuah foto akan makin sulit lagi dibedakan, mana yang dipotret pakai DSLR mana yang pake kamera saku. mana yang pake lensa kit mana yang pake lensa muaaahhaalll. itupun kalo yang ngedit profesional. Ya, nggak? Ya nggak?

Kemampuan lainnya dari Canon 70D yang patut diapresiasi oleh publik adalah layar LCD touchscreen yang dapat berputar ke berbagai arah. Dengan menyempurnakan LCD touchscreen canon 700D yang mendapat acungan jempol banyak pihak, LCD sentuh canon 70D benar-benar mengesankan. Jernih dan responsif terhadap sentuhan jari. Dengan layer putar, anda dapat menjangkau beberapa sudut pemotretan yang biasanya sulit diraih oleh para fotografer, seperti low-angle, high-angle, hingga di sudut yang sulit terjangkau sekali pun.

Saya meminang canon 70D pada awal April 2014 lalu. Membelinya di toko kamera Sumber Bahagia, Kramat Gantung, Surabaya. Awal menggunakan canon 70D saya kecewa. Ketika menggunakan pertamakali dengan pengambilan gambar long exposure terdapat dead pixel. Sebuah titik putih di gambar. Tepat di bagian tengah. Ternyata setelah mengecek semua hasil foto, bahkan yang ISO rendahpun, dead pixel itu ada dan nampak jelas terutama jika dilakukan pembesaran 50%. Terpaksa saya bawa kembali ke toko tempat membeli. Setelah berdebat panjang, akhirnya pihak toko setuju unit saya ditukar. Saya pribadi memang cukup heran dengan unit DSLR yang di jual di Sumber Bahagia. Dari pengalaman membeli 70D dan menukarkan dengan unit baru setelah yang pertama bermasalah, saya melihat semua segel di kotak kamera tak ada. Padahal di toko lain, selama saya berkali-kali membeli DSLR baik pribadi maupun ikut teman, kotak pembungkus kamera dalam keadaan bersegel dan segel dilepas di depan pembeli setelah setuju melakukan pembelian. ”Di sini semuanya memang begitu, Mas. Khan yang penting baterainya masih bersegel” ujar seorang pelayan toko yang lupa saya catat namanya. 

Baiklah, lupakan soal pengalaman buruk di toko kamera di atas. Intinya berhati-hatilah memilih toko kamera. Usahakan mencari toko yang pelayannya juga mengerti dan mau memberi pengetahuan dasar soal segala jenis kamera ketika anda hendak membelinya. 

Balik lagi ke soal deadpixel. Memang dalam beberapa kasus, resolusi tinggi pada sensor kamera akan sangat berpeluang memunculkan deadpixel pada gambar. Bahkan di kamera canggih sekelas 5D Mark III sekalipun. Padahal harga camera 5D mark III amat mahal. Untuk bodinya saja, harus merogoh dompet sekitar 37 juta rupiah. Untuk itulah sebelum membawa pulang unit DSLR sebaiknya mencobanya secara teliti. Kalau baru pertama kali membeli, ada baiknya membawa teman yang sudah berpengalaman dengan kamera-kamera DSLR.

Seorang kawan pernah cerita bahwa pernah berganti unit canon 5D mark III sampai tiga kali di sebuah toko kamera di Jakarta hanya karena berurusan dengan deadpixel. ”Harus teliti. Sulit untuk lolos dari deadpixel jika kita menginginkan sebuah kamera dengan resolusi gambar 20 megapixel keatas. Juga seringkali kita mendapatkan barang yang cacat produksi.” ungkap kawan saya yang lama berkecimpung di dunia fotografi dan tak mau namanya disebut. 

Saya pribadi cukup puas menggunakan canon 70D pasca ditukar unit setelah unit yang pertama bermasalah. Memang awalnya, saya yang terbiasa menenteng Canon 600D yang beratnya 570 gram plus baterai merasa agak pegal menenteng 70D yang beratnya 755 gram dengan baterai. jika dipadukan dengan lensa kit 15-135mm STM bisa mencapai 1,3 kg. Gak kebayang betapa capek menenteng canon 7D seharian yang berat bodinya saja sudah 1 kg kurang 200 gram. Tapi lama-lama tak terasa juga kok. Namun itu nggak berlaku bagi tukang foto yang rajin ke gym dan berbadan kekar. Kesalahan saya aja yang kurus dan jarang makan.

Sebagai tukang foto amatir macam saya, ketersediaan wifi di canon 70D cukup membantu saya ketika lupa membawa shutter realiase, atau ingin berbagi foto ke jejaring sosial langsung dari kamera. Selain itu saya bisa menggendalikan kamera melalui android. cukup dengan menginstalkan aplikasi eos remote yang tersedia di CD canon 70D atau bisa mengunduhnya melalui playstore secara gratis. Dengan aplikasi itu, anda bisa memotret dan mengatur settting kamera melalui android. anda juga bisa menghapus file foto di kamera melalui android sementara kamera berada dalam tas. Generasi sosmed gitu loh…hahahaha. Sebenarnya penggunaan wifi di 70D bukanlah yang pertama. Sebelumnya, perusahaan yang awalnya didanai oleh Takeshi Mitarai telah membenamkan wifi dan GPS ke dalam kamera full frame seri 6D.

Selain itu, bodi yang sudah dibalut weather sealed tidak membuat saya khawatir kamera kemasukan debu dan air ketika diajak ke tempat-tempat ekstrim. Meskipun bodinya tidak setangguh canon 7D, setidaknya saya merasa aman. Maklum saja, kelas DSLR Canon dibedakan dari digit angkanya. Makin sedikit seri digit angkanya makin tangguh dan bagus sebuah kamera. Dan itu artinya, makin mahal harganya. Jadi sebenarnya canon 70D dan canon 7D beda kelas. Meskipun sama-sama masuk di lingkungan kamera semi profesional. Makanya tak heran jika bodi canon 70D dibalut dengan policarbonat, sementara 7D dibalut dengan besi magnesium alloy. Itulah mengapa meski terbilang tua, harga Canon 7D masih lebih mahal dari 70D.

Berikutnya, mereka yang ingin merasakan tembakan beruntun seperti canon 7D bisa merasa puas dengan 70D karena sudah dibekali tembakan beruntun 7 frame per detik. Beda 1 frame per detik dari 7D yang dibekali 8 frame per detik. Jadi kalo nanti kebetulan ada balapan F1 lewat depan rumah, nggak ketinggalan momen.

Sebenarnya sih, secara teknologi canon 7D sudah kalah jauh dengan 70D. 7D diluncurkan pertama kali tahun 2009. dengan teknologi tercanggih pada tahun itu. Dan hingga saat ini belum juga mendapatkan adik baru. Itu artinya, sudah 5 tahun 7D mewarnai dunia fotografi. Sementara dunia teknologi bergerak cepat dan makin maju. Orang-orang makin instant dan makin memberhalakan kecanggihan. Perusahaan capital yang bergerak di bidang optik paham itu. Itulah mengapa sejak peluncuran 70D, kini 7D menghilang dari situs resmi canon (www.canon.co.id). Kemungkinan besar dalam waktu dekat 7D akan segera diskontinyu. Yang beredar di pasar saat ini hanya sisa gudang. Kalau memang benar demikian, rumor akan beredarnya canon 7D mark II berarti akan menjadi kenyataan dalam waktu dekat. 

Loh kok malah ngegosip saya? Baiklah…baiklah..kembali ke Canon 70D. Seperti apa hasil foto Canon 70D? Ini saya tunjukkan lima foto saya menggunakan 70D dengan lensa kit 18-135mm F3.5-5.6 IS STM. Cekidot.....


[ Ini foto pertama saya menggunakan canon 70D. Lokasi di Pelabuhan Taddan, Sampang, Madura.
Focal lens: 20mm, Shutter speed: 2.0 sec, Aperture: F22, ISO: 250. Mode: TV]





[foto ini lokasinya di obyek wisata Gua Lebar, Sampang, Madura.
Focal lens: 24mm, Shutter speed: 1/24 sec, Aperture: F8, ISO: 250]




[Foto ini adalah lokasi penambangan pasir dan batu di Stinggil, Sampang, Madura
Focal lens: 20mm, Shutter speed: 1/124 sec, Aperture: F11, ISO: 100, Exposure: -2]











[Pohon yang tersisa. Lokasi penambangan sirtu, Stinggil, Sampang, Madura
Focal Lens: 24mm, Shutter speed: 1/30, Aperture: F11, ISO: 100]


[ Foto ini lokasinya di dataran tinggi Stinggil, dekat Gunung Pajuddan, Sampang, Madura.
Focal lens: 18mm, Shutter speed: 1/49 sec, Aperture: F20, ISO: 100. Mode AV]

Hingga tulisan ini selesai, kurang dari satu bulan saya menggunakan Canon 70D dan baru memotret sekitar 245 gambar. Semoga kami berdua tidak lekas bercerai. Teknologi bergerak begitu cepat, sementara  keinginan manusia tak terbatas. Semoga saya tak terjebak pada yang terakhir. Semoga.

2 komentar:

M. Faizi mengatakan...

saya tidak paham kamera, sudah merasa puas dengan penjelasan Anda, terutama saran dan cara yang harus dipersiapkan sebelumm membeli kamera DSLR.

hasil yang Anda pamerkan jernih dan bagus, cuma berapa persen kira-kira itu peran software fotonya dalam memberikan sentuhan warna dan ketajaman?

Nah, soal integrasi dengan ponsel, itu yang sungguh menakjubkan saya. Angkat topi deh.

edyfirmansyah mengatakan...

trimakasih komennya.

peran prosesor kamera tentu tak bisa dikesampingkan. makin canggih makin jernih. tapi harus juga didukung dengan setting ISO, Diafragma, shutter speed dan exposure yg tepat. juga angle yang tepat. salah setting gambar dan salah angle hasilnya akan jelek. diolah bagaimanapun gak akan membantu jika sudah kesalahan dari awal.

Saya terbiasa memotret dengan format RAW, versi mentah foto yg dihasilkan kamera. artinya kamera hanya merekam gambar dan tidak memberikan detail warna. Karena saya lebih percaya otak dan mata saya daripada prosesor dan lensa. Meskipun dalam beberapa kondisi saya juga memotret dengan format JPG dan memasrahkan obyek yg saya bidik diberi warna, saturasi dan detailnya oleh prosesor kamera.

Nah, format RAW itu kemudian saya masak lagi di sofware pengolah foto adobe lightroom Sebelum dipublikasikan. kenapa lightroom? karena saya gak bisa photoshop :D

intinya ya tetep siapa dibalik kamera berpengaruh. kamera cuma alat yg membantu kita merekam peristiwa dalam foto digital. hehehe...cheers! :D :D