WAKTU

JEDA

Jumat, 25 November 2016

Apakah Cinta? Apakah?

Apakah Cinta? Apakah?
(bagian kedua dari dua tulisan. Untuk yang pertama: Klik di sini )

Karena tahun 2222 berdasarkan ramalan Jihan Fahira bakal kiamat, dan di akherat kemungkinan tak ada sinyal wifi, ada baiknya juga aku lanjutkan saja apa yang sudah aku mulai kemarin, hari ini.

Apakah aku mencintai Nurfa Rosanti? Sungguh jawaban yang rumit. Cinta memang tak mudah didefinisikan dengan tepat. Tapi jika pertanyaannya diganti dengan; apakah aku rindu istriku? Iya, selalu. Soalnya begini. Aku hidup bersama dengannya cukup lama. 1 tahun pacaran, 4 tahun bertunangan, 11 tahun menikah. Bukan usia yang pendek dalam hubungan asmara. Tak sedikit orang yang tahan hidup dengan pasangannya selama itu. Beberapa diantaranya memilih berpisah. Yang lainnya ada yang bunuh diri. Yang lainnya lagi, berpisah, menikah lagi, berpisah lagi, lalu mati. Aku termasuk beruntung. Masih tahan sampai sekarang. Meskipun sejak mula bersamanya, tak pernah berpikir bisa bersama selama ini.

Kami sama-sama virgo. Sebisa mungkin kami akan saling mengalah satu sama lain jika ada persoalan. Jika marahan, kami cuma diam-diaman, sampai salah satu diantaranya menyerah dan mulai membuka pembicaraan dengan; maaf.

Di awal-awal kami berpacaran, aku tak pernah memintanya meninggalkan pacarnya. Dia mengambil keputusannya sendiri untuk bersamaku. Persoalan itu buat dia punya rumitnya sendiri. Aku tak pernah paham seperti apa rumitnya. Dan aku tak pernah mau tahu. Karena memang nggak tahu.

Di awal-awal aku menikah dengannya, aku tak pernah tertarik membahas soal masa lalu itu. Meskipun hari-hari ini kita sering membicarakannya sambil lalu, itu pun cuma buat mengisi waktu. Menikmati keluguan kita dulu sambil tertawa bersama melintasi hari-hari yang sibuk dan kadang bikin remuk.

Ada masa-masa kami bersama, melakukan banyak hal bersama. Tapi ada juga masa-masa kami harus berjauhkan karena tugas-tugas yang tak bisa ditolak. Pada saat berjauhan itulah, Melakukan sesuatu yang biasa dilakukan bersama sungguh betapa sangat kesepian.

Aku pernah ditinggal dia selama setengah bulan karena dia mendapat tugas ke luar kota. Aku dititipi anak-anak di rumah. Dua anak lelaki. Anak dia. Bukan anak tetangga. Anakku juga sih sebenarnya.
Hari pertama dia pergi, segalanya baik-baik saja. Aku bisa mencuci piring. Aku juga bisa mencuci baju. Mencuci, menyapu, menjaring air dan memasak indomie goreng sudah sering aku lakukan di rumah orang tuaku dulu, bahkan ketika aku belum mimpi basah malah. Bukan pekerjaan yang gawat. Setelah pekerjaan rumah selesai. Aku bermain dengan anak-anak. Makan siang bersama. Lalu tidur. Nggak ada masalah.

Begitu maghrib tiba, barulah “malapetaka” itu datang. Mengajari ngaji, membantu mengerjakan tugas sekolah, kadang anak-anak berkelahi, susah diajak makan, merengek, menangis. Pada saat-saat begitu, bayangan istriku muncul. Aku rindu dia ada di sampingku. Di tangannya, semua urusan didik mendidik anak jadi sedikit lancar. Tidak terlalu gaduh. Ajaib betul. Keadaan jadi rumit hingga menjelang tidur malam. Dan hari kedua dan seterusnya, rumah makin berantakan. Buku-buku yang aku baca ada di mana-mana. Mainan anak-anak ada di mana-mana. Aku tak lagi sempat membereskannya. Semuanya jadi berantakan. Untunglah ada pemadam kebakaran bernama mertua yang membereskan.

Tapi tetap saja, kegaduhan demi kegaduhan muncul dan meluas. Dan aku kangen istriku cepat pulang.
Jadi poinnya apa sih? Tanpa ada hubungannya dengan cerita di atas, ada satu hal yang rumit dari cinta; melupakan. Sampai saat ini aku tak bisa melupakan wajah istriku. Senyumnya, pelukannya, ciumannya dan segala hal yang telah kami lewati bersama. Aku masih ingin terus bersamanya. Melalui hari-hari bersamanya. Banyak anak, banyak mimpi, tak apa-apa. Banyak rejeki kalau diijinkan semesta, banyak istri kalau nggak ketahuan. Asal jangan banyak utang. Aku tidak pernah berharap ia menjadi perempuan yang sempurna. Kesempurnaan itu cuma kekurangan-kekurangan yang tak tampak. Menjadi diri sendiri saja sudah lebih dari cukup.

Sungguh aku tak bisa membayangkan ada perempuan lain yang sanggup menghadapi rumitnya diriku, kecuali dia dan super girl. Tapi aku nggak mungkin pacaran sama super girl. Bisa marah besar Jerro si putra duyung atlantis dan brainiac 5. Bisa gaduh komik Marvel nanti.

Aku mencintainya. Aku tak paham benar sejak kapan mulai benar-benar mencintainya. Mungkin sejak untuk pertamakalinya aku berani menggandeng tangannya. Aku selalu merindukannya. Dan yang jelas jasanya begitu besar buat hidupku hingga sekarang. Tanpa dia status panjang ini tak akan pernah ada. Dia yang mula-mula mendorongku belajar menulis, mengantarku jadi jurnalis. Tanpanya mungkin aku sudah disekolahkan ke sekolah sipir penjara dan hari ini mungkin sedang bengong, bermain kartu dengan taruhan uang honor lembur sambil menunggui sel dan para napi sebagaimana dicita-citakan bapakku.

Besok hari pernikahan kami yang ke-11 tahun. Tahun lalu aku membelikannya jam tangan couple G-Shock&baby G. Lumayan mahal untuk dompetku. Tapi tidak sampai menjual genteng rumah. Tahun ini aku belum memikirkan sebuah hadiah untuknya di hari pernikahan kami. Lagipula hari pernikahan sebenarnya tidak sakral-sakral amat dirayakan. Bukankah banyak pasangan di kolong-kolong jembatan, di bantaran sungai di kota-kota besar hidup serumah tanpa pernikahan, toh, langgeng juga. Sampai bercicit-cicit. Itupun masih digusur-gusur pula.

Namun untuk pelipur lara, yang bisa kulakukan hanya menulis sebuah surat sederhana saja, sebagaimana dulu aku sering menulis surat padanya untuk membunuh rindu. (tapi jarang dia balas. Seingatku dari puluhan surat yang aku tulis, hanya dua kali dia membalas suratku. Untung level kesabaranku masih 78%. Seandainya lobet, aku akan benamkan wajahnya ke dalam mesin fotokopi. Huh, dasar pemalas).

Ehm, begini aja dech isinya;
"Selamat hari pernikahan kita ya, Mok. Aku nggak bawa kue tar. Nggak ada lilin untuk ditiup bersama. Kita meniup abu pembakaran sampah saja ya? 

Cium jauh. Cium dekatnya nggak usah bilang-bilang sama anak-anak fesbuk. Nanti kepo. Nanti baper. Nggak usah pakai swafoto ato selfie. Nanti dikira menebar pornografi. 

Sudah makan, Mok? Kalo belum, nelen batu ginjal atau batu empedu saja dulu, gih, buat ganjal perut. Jangan batu vulkanik. Nanti mati. Kalau kamu mati, aku susah. Dan sedih sungguh. Sebab aku sudah lupa doa dan cara memandikan jenazah yang diajarkan waktu madrasah dulu. 

Ntar aku pulang, aku traktir indomie goreng dan telor mata sapi. Oya, hanimun kita di terminal Purabaya saja, ya. Ingat khan, tempat itu adalah tempat saat kita pertamakali ciuman. Kita berciuman seperti sepasang kekasih yang hendak berangkat perang. Padahal, ya, cuma mau menemui pacar cadangan, Eh, Kuliah. 

Sayang selalu, dari pacarmu". 


Dan barangkali sebuah puisi di bagian penutupnya. Seperti ini:

Aku tak punya kado spesial untukmu di hari pernikahan kita
terlalu banyak kado berarti terlalu banyak pengeluaran.
uangku tidak cukup untuk hidup dalam pemborosan.
negeri ini telah menuntut terlalu banyak
buat konsumsi yang kadang menghancurkan nalar
aku hanya ingin menulis surat, sekali lagi, padamu,
seperti bertahun-tahun lampau
saat aku dirundung rindu.

Awalnya aku ingin menulis surat yang unik.
menukil lagu Grace Simon berjudul “Sayonara, Sayangku.”
judul lagu itu akan aku tulis di balik salah satu foto mantanmu.
tidak, aku tak butuh syair lagunya, aku hanya butuh judulnya saja.
kemudian di belakang foto itu, di bawah judul lagu itu,
aku akan menulis namamu.
berikutnya sebuah kalimat sederhana
yang di antara kalimat-kalimatnya
ada judul lagu itu:
Bersamamu, hanya dua kata yang
tak pernah sanggup aku tulis atau aku ucapkan
dua kata, satu kalimat itu; Sayonara, Sayangku.

Tapi aku tidak jadi melakukannya
sungguh aku tak sanggup melakukannya
mantan adalah kita
lagipula ngapain nulis puisi cinta di foto mantan coba?
Nggak ada kerjaan banget. Mestinya nulis surat yasiin.

Jadi biarlah aku menuliskannya begini saja
di foto pernikahan kita yang menurutmu jelek itu
(kamu sih yang jelek, aku nggak merasa jelek kok):
aku masih ingat betul saat pertamakali mencium bibirmu.
perasaan nyaman itu mengalir dari lidahmu ke dalam lidahku.
menjalar terus ke kepala dengan hawa panas yang menyala.
saat mataku terpejam karena hangat bibirmu,
segala kenangan yang bukan engkau
terbakar
lalu jatuh berguguran.
dan aku jatuh cinta.
Sejak saat itu, hingga hari ini,
tiapkali kau menyentuhku,
aku merasa muda dan selalu jatuh cinta
lagi dan lagi,
padamu.

Romantis ya?! Biasa aja. Aku melakukannya sebagai ritual agar tidak dirasuki jin Ifrit dan mengalami mimpi buruk. itu saja.

19 November 2016

Tidak ada komentar: