WAKTU

JEDA

Sabtu, 11 April 2015

Surat Terbuka Buat Shania Twain


Apa kabar Kak Shania Twain? Apakah kakak baik-baik saja di Canada sana? Saya di Madura baik-baik saja kak. Saya membeli kaset kakak pertama dan terakhir kali di album "Come On Over", sekitar akhir tahun 1998. Tentu saja cukup terlambat sejak album itu diluncurkan tahun 1997. Tapi lebih baik terlambat khan daripada tidak beli.

Ketika membeli kaset itu usia saya masih 18 tahun. Usia kakak? Hem, 33 tahun. Sekarang usia saya 34 tahun. Pasti usia kakak sekarang 50 tahun. Lebih muda 5 tahun dari ibu saya dong. Tapi dulu saya kok bisa naksir kakak ya? :d

Hari ini saya mendengarkan lagu album "Came on Over" dari yutub. Pake headset nokia yang saya jepitkan batu di tombolnya, karena jika tidak begitu suaranya jadi cempreng. Dan ingatan saya kembali ke masa ketika usai mengikuti UMPTN dan hari keberangkatan meninggalkan Madura kian dekat. Saya mau kuliah di Jember, kak, waktu itu. Dan saya nampak jadi sangat cengeng.

Saya anak sulung yang nyaris tak pernah keluar kota sendirian. Kota paling jauh yang saya kunjungi cuma Surabaya. Kakak tahu Surabaya? Kalau nggak, main-mainlah ke Indonesia kalo sempat, nanti saya ajak keliling surabaya dan menginap di Madura. Nah, tiba-tiba, saya harus ke luar kota sendirian. Ke Jember. Kuliah. Sendirian. Sedih tentu saja. Ingin rasanya hari itu tak pernah tiba, hari dimana saya harus berpisah dengan ibu dan bapak saya di terminal untuk waktu yang lama. Bukan hari, tapi bulan. Bahkan tahun. Anak sulung yang baru pertama keluar kota sendirian. Tapi makin ditahan-tahan, yang namanya waktu, seakan bergerak secepat kuda pacuan. Dan hari itu tiba juga. Lagu "You’ve Got a Way" dan "Whatever You Do, Don’t!" baru saja lewat, kak. Saya pergi juga. Dan lagu kakak masih terngiang-ngiang di kepala kala itu.

Sedih saya meninggalkan kampung halaman. Bukan saja karena berpisah dengan orang tua, tapi pacar saya, kak, pacar saya yang waktu itu masih kelas III SMP juga terpaksa saya tinggal. Nggak mungkin khan saya bawa serta. Emang mau saya kasih makan apa di Jember coba? Cinta? Senggama? Aih…meski cengeng saya nggak sekacau itu sih dulu. Saya hanya meninggalkan dia dengan sepucuk surat. Semacam perpisahan. Prolognya? Syair pertama di lagu "You’re still The One". Picisan? Ya eyalah, Kak, namanya juga anak SMA. Dan saya nggak bilang kalok itu saya ambil dari lagu kakak. Biar nampak keren dan jago enggres. grin emoticon

Saya ndak tahu dia sedih atau tidak. Tapi saya sedih. Di bis patas Madura-Surabaya malam menjelang dini hari itu saya membayangkan dia terus. Kami bakal tak pernah bertemu lagi setelah itu. Hape? Belum punya hape kala itu kak. Ericson T10 itu mahalnya minta anjing. Kantong orang tua saya nggak cukup buat membelikan hape itu.

Sialnya, sampai di terminal Bungurasih, saya kecopetan. Nah, nasib anak sulung yang baru keluar kampung, begitu mentas langsung dicopet. Untung dompet selamat. Hanya uang duapuluh ribu lenyap. Tapi namanya apes tetap apes. Kecopetan. Lagu "When" baru saja selesai.

Saat mengetik paragraf ini lagu "Honey, I’m Home" baru saja di mulai. Awalnya saya kos di jalan Manggar, Jember, bersama seorang kawan. Kemudian saya pindah ke jalan Jawa ke kosan bernama Al-Cartoon (soal Al-Cartoon ini akan saya ceritakan terpisah kalo sempat). Saya masih cengeng. Tetap selalu ingin pulang. Sementara kawan saya dari kampung yang awalnya berangkat bersama ke Jember sudah pindah kampus. Ia mengadu nasib ke Malang. Mungkin kesepian atau mengejar cintanya yang kadung dianggap kekal. Memang di Malang lebih menggiurkan sih. Teman-teman sekelas saya waktu SMA numpuk kuliah di sana.

Tapi saya bukan remaja yang nekat. Juga bukan pelawan arus yang tangguh. Jadi pasrah saja. Tapi juga bukan mahasiswa yang baik. Begitu selesai ujian dan nilai IPK keluar, semester pertama, alhamdulillah, IPK saya tembus 2,1. Keren ya. Masih keren dong daripada nggak dapat nilai. Dan kakak masih sering saya dengarkan kalau lagi jalan-jalan ke Matahari. Lagu "come on over" baru saja dimulai. Suara kakak dari awal saya mendengarkan album "Come on Over" dari yutub masih seksi saja. Apakah setelah kepala 5 sekarang masih seseksi ketika album "come on over" terbit? Entahlah, semoga kakak sehat selalu.

Nasib saya mungkin lebih beruntung. Nasib para penunggu angin dan pengikut ke mana air mengalir memang begitu, mungkin. Kawan sekampung saya yang ketika pertamakali ke jember bersama-sama hancur karir pendidikan tingginya di Malang. Beberapa kali pindah sekolah nggak selesai semua. Sementara cinta yang ia kejar yang telah membuat hatinya jadi pelawan arus nasib paling garang justru pindah ke lain hati. Memilih menikah dengan guru. Kalau kemudian dia bertahan hingga sekarang, mungkin karena mental pelawan arusnya yang tak usai-usai. Dia telah berkeluarga sekarang. Saya juga. Semoga dia baik-baik saja dan terus bercahaya. Lagu "Don’t be Stupid" baru saja kelar ketika paragraf ini saya selesaikan.

Kakak mau tahu dari semua cerita panjang lebar di awal tadi sebenarnya apa tujuan saya menulis surat ini? Tentu saja saya kangen kakak. Semoga surat ini bisa kakak baca, kalau nggak ya saya sarankan kakak kursus bahasa indonesia. Sebab enggres saya masih belepotan kayak mulut balita yang baru belajar makan sendiri. Ngomong-ngomong, kapan kita bisa ketemu kak? Makan malam di warung sate atau kencan di warung Pak Dje. Maukah kakak jadi pacar saya?

Jangan dijawab dengan tergesa kak. Dipikir-pikir aja dulu. Lagu "Black Eyes, Blue Tears" telah usai. Saatnya pulang. Selamat tinggal.

Dari penggemarmu

Peluk cium lewat kenangan selalu

Tidak ada komentar: