WAKTU

JEDA

Jumat, 24 Agustus 2012

Tiga Cinta Dalam Ciuman Pertama


Tiga Cinta Dalam Ciuman Pertama*)
Oleh Lusiana AR.
(Pecinta buku. Tinggal di Sumenep)

Atas nama cinta, seorang penyair bernama Durante degli Alighieri dari Firenze, Italia, atau yang lebih dikenal dengan Dante (yang terkenal dengan karya besarnya la Divina Commedia (The Divine Comedy)), menulis tiga buku besar tentang neraka, pugonia dan surga. Sebabnya ia jatuh cinta pada Beatrice, seorang bocah ingusan berumur 4 tahun.

Kisah diatas hanyalah sedikit dari banyak pengalaman cinta yang jadi inspirasi seniman. Pasalnya sederhana saja, cinta adalah milik semua manusia. Pengalaman semua orang dalam semesta kehidupan. Baik itu hubungan cinta dengan Tuhan, orang tua, maupun kekasih. Itulah mengapa cinta jadi begitu popular dan tak pernah habis diceritakan.  Tidak percaya? Ketiklah kata Cinta pada mesin pencari google. Dalam dalam 0.03 detik Google.com menemukan 13,900,000 entri. Secara kasar, ini bisa jadi indikasi dari betapa populernya topik cinta dalam kehidupan manusia.

Kepopuleran itulah barangkali yang membuat buku kumpulan puisi ‘ciuman pertama’ (selanjutnya disingkat CP) karya edy firmansyah (Gardu, 2012) diterbitkan. Dari hampir sekitar 60-an puisi dalam buku tersebut hampir sebagian besar membahas cinta. Menurut saya setidaknya ada tiga cinta dalam buku ciuman pertama itu. pertama hubungan cinta dengan kekasih. Kedua, Cinta pada kampung halaman (Madura) tempat penyair tinggal dan cinta pada Ibu.

Barangkali satu-satunya perasaan cinta yang ‘alpa’ ditulis dalam buku puisi ini adalah cinta kepada Tuhan. Padahal sebagai penyair Madura yang lahir dari Madura yang notabene sebagian besar masyarakatnya adalah masyarakat religius, perasaan cinta pada sang pencipta kerap menjadi garapan banyak penyair dari Madura. Taruhlah misalnya D. Zawawi Imron, M. Faizi, Abdul Hadi WM, Jamal D. Rahman .

Terlepas dari itu, ada suatu yang menarik dalam penggarapan cinta dalam kumpulan puisi CP. Hari-hari ini masyarakat telah dikepung berbagai berita infotaiment dari selebritis yang menyuguhkan hubungan cinta yang tidak etis secara lokalitas. Fenomena kawin cerai sepertinya merupakan fenomena keseharian para selebritis kita. Itu mungkin yang ‘kebetulan’ ditangkap kamera. Boleh jadi dalam keseharian yang luput dari kamera hubungan cinta sebagian artis kita sudah mengarah pada hubungan cinta yang liberal. Yang sama sekali tak ada persangkutpautan dengan budaya lokal nusantara—khususnya madura—yang mengagungkan konsep kesetiaan dalam cinta. Dalam buku Jakarta Under Cover Memoar Emka, misalnya. Ada beberapa cerita yang ditulis Emka yang menyebutkan beberapa selebritis yang juga aktif menjadi anggota Nude’s Club ( klub telanjang).

Selain itu kita juga disuguhi syair-syair lagu dari grup band anak muda dan lagu dangdut yang sekedar bercerita soal cinta dan hubungan selingkuh. Ironisnya lagu-lagunya hits dan malah dihafal anak-anak kecil karena terus menerus ditayangkan televisi. Ambil contoh misalnya lagu ‘cinta satu malam’

Dalam posisi itulah puisi-puisi cinta dalam buku puisi CP melakukan perlawanannya. Dalam puisi berjudul ciuman pertama, misalnya. Walaupun aku lirik dalam puisi itu pernah berciuman di kamar mandi masjid, ketika semua orang khusuk sembahyang, pada masa remajanya, aku lirik tidak lagi memiliki birahi dan keinginan melakukan ciuman itu ketika bertemu dengan mantan pacarnya di warung nasi pecel karena si aku lirik sudah beristri.

Artinya kesetiaan adalah satu hal yang utama dalam hubungan percintaan. Tanpa kesetiaan tak ada cinta sejati. Seperti dalam bait puisi berjudul “tentang ciuman” meskipun digarap sebagaimana lazimnya tema cinta anak remaja, tapi Edy Firmansyah tak lepas dari budaya timur. Budaya Maduranya. Sebagian remaja yang bercinta dan berpacaran pasti pernah berciuman. Tapi tak pernah melakukan ciuman terang-terangan di muka umum, sebagaimana dilakukan remaja barat. Karena bukan berciuman di muka umum itu tabu. Fenomena anak muda yang kerap berduaan di tempat remang dibidik dengan baik oleh Edy Firmansyah. Fenomena yang sebenarnya merupakan fenomena tergerusnya kebudayaan anak-anak muda. Gempuran televisi yang mengajarkan budaya barat yang sejatinya bertentangan dengan budaya lokal, semisal berciuman pada pacar, diserap begitu saja. Karena tahu itu merupakan tabu, anak-anak muda memilih tempat tersembunyi untuk memuaskan ‘hasratnya’. Karena itu di akhir puisi “tentang ciuman itu Edy Firmansyah memberikan peringatakan bahwa; ada yang lebih penting dari sekedar berciuman di depan stadion yang remang-remang. Yakni kesetiaan. Dan bersikap setia dalam cinta memerlukan keberanian. Berani untuk tak menjadi budak nafsu yang hanya melampiaskan kepentingan syahwat belaka, berselingkuh atau memiliki pacar lebih dari satu.

Cinta terhadap kampung halaman dalam buku CP juga tak kalah ‘garang’nya. Berkali-kali diksi pengeboran minyak, eksploitasi minyak disebut-disebut dalam antologi ini. Nelayan dan petani yang kalah karena gempuran investor asing dalam penambangan minyak di Madura sudah menjadi pembicaraan umum. Di Sumenep, ratusan warga Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep mendemo pemerintah setempat karena menolak kelanjutan eksplorasi BP Migas yang dilakukan PT Energi Mineral Langgeng (EML) di Desa Tanjung tersebut. Dan Edy Firmansyah tak ingin menutup mata pada kenyataan ini. Kenyataan dimana eksplorasi minyak kerap tak berpihak pada masyarakat setempat dimana-mana di nusantara ini. Lewat CP, salah satu penyair muda madura ini ingin turut mewakili pahit getirnya menjadi masyarakat yang kalah. Masyarakat miskin yang digempur investor penambang asing tapi tak pernah sekalipun merasakan kesejahteraan sejak Indonesia merdeka dari hasil kandungan minyak bumi-nya sendiri.

Tapi selalu ada yang bisa diperbaiki. Tentu saja dengan semangat perubahan. Sebagaimana pesan dalam “Warisan Terakhir” di halaman terakhir CP; usia dan maut membuat hidup memang untuk kalah. Tapi cinta mengajarkan untuk tak menyerah. Buku yang layak dibaca bagi mereka yang menyukai kedalaman makna melalui diksi yang sederhana.

Tentang Penulis
Lusiana AR adalah Pecinta buku sastra. Kini tinggal di Sumenep-Madura
Alamat email : lusianaar@yahoo.co.id
*) Tulisan ini dimuat di Harian Kabar Madura, Juli 2012

Tidak ada komentar: