WAKTU

JEDA

Rabu, 15 Oktober 2008

Melawan Post Power Syndrome Pasca Pensiun

Dimuat di DUTA MASYARAKAT, 12 Oktober 2008



Melawan Post Power Sindrom Pasca Pensiun


Judul : Pensiun Bukan Akhir Segalanya; Cara Cerdas Menyiasati Masa Pensiun
Penulis : J Tito Sutarto dan C. IsmulCokro
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : I, 2008
Tebal : xii + 191 Halaman

Peresensi : Edy Firmansyah

Pensiun tampaknya menjadi momok tersendiri bagi para pegawai-karyawan seperti; pegawai negeri sipil, guru, karyawan perusahaan, karyawan bank, LPND, BUMN, tentara dan polisi. Betapa tidak, disaat seseorang memasuki masa pensiun, berarti ia kehilangan kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, atau mungkin juga harga diri. Ia bagaikan mengalami kekalahan terbesar karena harus telelinimasi, tersingkir keluar dari lingkungan yang telah mapan. Mereka seakan memasuki wilayah serba asing dan tidak menentu.

Bagi para pesiunan yang tidak memiliki persiapan yang matang, tidak menutup kemungkinan akan mengalami tekanan jiwa. Awalnya tekanan jiwa akibat post power syndrome (PPS). Namun jika dibiarkan berlarut-larut, tekanan jiwa tersebut bisa bertambah berat dan bisa menyebabkan kegilaan.

Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki persiapan, masa pensiun justru menjadi masa paling berbahagia dalam menikmati hidup. Tentu saja kebahagiaan yang diperoleh seseorang ketika pensiun sangat ditentukan oleh persiapan dan kesiapan jauh hari sebelum masa pensiun tiba. Hasil penelitian Universitas Michigan yang meneliti para pensiunan menunjukkan bahwa sebanyak 75 persen pekerja yang membuat persiapan sebelumnya akan menikmati masa pensiun dengan lebih bahagia dibandingkan 25 persen lainnya yang tidak membuat persiapan (hal. 11).

Nah, buku ini memberikan metode praktis dan temuan berharga yang memiliki nilai pembelajaran self-help sebagai modal mempersiapkan dan menjalani masa pensiun dengan cerdas. Penulis buku ini mencoba mendekati masalah pensiun dan lansia melalui pencerahan pikiran, emosi, sosial dan ilmu pengetahuan. Post power syndrome (PPS) yang dihadapi para pensiunan dicegah dengan siasat ”jangan pernah pensiun.” Stress yang dialami dilawan dengan: Jangan pikirkan siapa anda di masa lalu. Jangan juga pikirkan jabatan dan kejayaan anda di masa lalu! Pikirkan apa yang anda kerjakan sekarang ini. Karena setiap pensiunan berhak mengalami hidup bahagia dan sejahtera di masa tuanya.

Pemikiran tersebut sebenarnya berangkat dari siklus kehidupan paling dasar. Bahwa semua yang hidup akan mengalami proses penuaan sampai akhirnya kembali ke asalnya (mati dan kembali ke tanah). Begitu juga dengan pekerjaan yang dilakoni seseorang. Tak seorangpun akan terus dipekerjakan dan memiliki jabatan dan profesi seperti saat ini. Semua akan tiba pada akhirnya: pensiun—atau memilih pensiun. Dari presiden sampai tukang ebun, dari panglima sampai prajurit, dari top manajemen sampai office boy, semuanya harus pensiun.

Sebab layaknya sebuah stomm wheel, pensiun sangat dibutuhkan oleh siapapun, entah perusahaan, birokrasi pemerintahan atau pribadi, dalam rangka menyukseskan ’roda kehidupan’ yang tidak bisa dihentikan siapapun.(hal. 2).

Bagi sebuah perusahaan atau birokrasi pemerintahan atau organisasi politik, memberlakukan pensiun pada pegawainya penting untuk menghasilkan kinerja dan gerak langkah yang lebih, cepat, dinamis guna menyesuaikan diri dengan persaingan pasar. Karenanya diperlukan regenerasi secara kontinyu untuk menjawab tantangan tersebut. Selain itu juga tenaga kerja muda yang telah banyak jumlahnya perlu diakomodasi.

Sedangkan bagi pribadi pensiun sebenarnya merupakan kesempatan untuk menjalani hidup bebas, melawati hari-hari dengan menjadi tuan atas diri sendiri. Tidak ada lagi yang memerintah, tidak ada lagi yang diperintah. Kini andalah yang menentukan hidup anda. Tentu saja untuk melewati masa pensiun dengan lebih bahagia dan menyenangkan diperlukan persiapan-persiapan yang matang.

Tanpa persiapan masa pensiun akan dilalui dengan kesepian yang panjang dan melelahkan. Jika kondisi yang demikian dibiarkan berlarut-larut, tidak menutup kemungkinan para pensiunan akan mengalami tekanan jiwa. Awalnya tekanan jiwa akibat post power syndrome (PPS). Namun jika seseorang tidak segera keluar dari kondisi, tekanan jiwa akibat PPS tersebut bisa menyebabkan kegilaan.

Setidaknya ada empat kebutuhan utama yang ditawarkan buku ini sebagai persiapan ketika memasuki masa pensiun; pertama, kesiapan materi finansial. Kedua, kesiapan fisik. Ketiga, kesiapan mental dan emosi. Dan terakhir kesiapan seluruh keluarga. Jika keempat hal tersebut sudah bisa disiapkan dengan matang niscaya masa pensiun akan dilalui dengan menyenangkan. Namun yang terpenting—mengutip pernyataan Winston Churchill, ”never, never, never retire; change careers, do something entirely different, but never retire.” (Jangan pernah pensiun; alihkan profesi, kerjakan apa saja biarpun berbeda, tapi jangan pernah pensiun!)

Mengapa Winston Churchill berkata seperti itu? Karena para pensiunan yang terus bekerja atau memiliki kegiatan tertentu rata-rata mencapai usia lebih panjang lebih sehat, lebih sejahtera di masa tuanya. Jauh dibandingkan mereka yang setelah pensiun tidak memiliki kegiatan atau pekerjaan dan cenderung berada di kursi malas sepanjang hari dalam menghabiskan sisa hidupnya.

Bentuk kegiatan tersebut biasa apa saja. Misalnya, membuka jasa katering, warung makan, wartel, fotokopi, rental trasnportasi, membuka tempat kost, beternak, budidaya tanaman hias, dan seribu macam kegiatan lainnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sungguh buku yang begitu menyentuh dan penuh dengan hikmah kehidupan. Karena ditulis berdasarkankan pengalaman pribadi penulisnya yang notabene merupakan pensiunan. Bahkan buku ini bukan hanya layak dibaca oleh para pensiunan. Tetapi juga dapat dinikmati oleh semua kalangan dari berbagai profesi sebagai bekal menjalani hidup di masa tua. Setidaknya dengan membaca buku ini kita sudah bisa berani berkata; pensiun, siapa takut?

TENTANG PENULIS
Edy Firmansyah
adalah Pustakawan di Sanggar Bermain Kata (SBK) Madura. Direktur pada People Education Care Institute (PECI) Surabaya. Alumnus Kesejahteraan Sosial Unversitas Jember.

1 komentar:

Maria Soetarto mengatakan...

terima Kasih Kepada semua orang yang telah membaca buku ini pensiun bukan akhir segalanya. saya rasa buku ini bagus dibaca oleh semua kalangan atau generasi, khususnya kepada mereka yang tengah mempersiapkan masa pensiun.dan kepada mereka mereka yang masih dalam masa produktif buku ini bisa sebagai tabungan informasi yang sangat berguna, untuk kembali dapat mempersiapkan diri kita guna menghadapi masa yang akan datang.