WAKTU

JEDA

Senin, 13 Juli 2009

Dua Film Adegan Ranjang Kacong-Cebbing Madura (1)

Seminggu lalu saya mendapatkan dua file film biru versi 3gp (file film untuk ditonton di Hp, red) dari teman saya. Film yang masing-masing berdurasi lima menit itu produksi madura asli. Artinya, sutradara, produser, dan pemeran utamanya anak muda madura. Bahkan kata teman saya si cewek masih kelas 1 SMA. Dibandingkan file pertama, file kedua film tersebut lebih seru. Pada file pertama saya hanya menyaksikan sebuah dialog mesra khas anak muda dengan sorotan kamera handphone yang tertuju pada si gadis yang telanjang bulat. “Tubuhmu sexy sekali, aku suka sayang,” begitu komentar si cowok di film itu sembari menzoom camera handphone kearah sela-sela paha si gadis. Pada file kedua saya menyaksikan adegan ranjang yang diiringi lagu hip-hop ala diskotik. Tentu saja disela-sela lalu itu terdengar juga suara desah, rintihan dan erangan yang memang tontonan orang dewasa.

Sebenarnya film ini telah beredar luas dan sempat heboh tiga bulan lalu. Bahkan saking hebohnya, bokap si cewek yang seorang guru ngaji di madura akhirnya koit melihat ulah anak ‘gadisnya’ yang jadi pembicaraan publik, malah masuk koran lokal segala. Pemeran cowoknya juga kini sedang berurusan dengan polisi. Sementara si cewek kabur keluar Madura. ” Mungkin jadi wanita jalang di jawa sana,” seloroh teman saya. Meski kesannya bercanda komentar teman saya itu mungkin ada benarnya. Banyak gadis belia terjerat lembah prostitusi karena mereka awalnya kehilangan keperawanannya dan merasa dirinya tak punya harga diri lagi hidup di masyarakat.
Secara pribadi saya sebenarnya iba dengan perempuan dalam film biru itu. Ia sebenarnya hanyalah tumbal dari budaya masyarakat yang paradoks. Masyakarat yang sebenarnya memiliki nafsu birahi yang tinggi dan menyukai hal-hal yang berbau pornografi dan sensualitas, tetapi malu mengungkapkannya di hadapan publik. Rasa malu itu dibungkusnya rapat-rapat dengan dalih agama, budaya madura yang beradab dan sebagainya.

Lihat saja ketika film-film itu saya tunjukkan pada tetangga-tetangga saya yang rata-rata tuwir. Mereka hampir serempak komentar; “Transfer ke Hp saya juga. Saya mau menontonnya di rumah,” ujar mereka. Tapi apa komentar mereka ketika saya Tanya tentang perempuan di film itu? “ia wanita nggak bener. Layak dapat ganjaran,” komentar salah satu tetangga saya. ”Tapi mengapa bapaknya yang akhirnya dipanggil yang kuasa. Mengapa tidak perempuan itu saja yang dicabut nyawanya, biar disiksa sama malaikat,” ungkap yang lainnya lagi. Si cowok dalam film itu (yang sebenarnya ia yang berinisiatif mengabadikan ‘tanda cinta-nya’ di handphone) nyaris tak disebut-sebut sebagai biang kerok. Artinya, dalam kondisi ini lagi-lagi perempuan jadi biangkeladi segala yang berbau nafsu birahi.

Begitulah masyarakat patriakat selalu menganggap perempuan tak lebih hanya sejenis makhkluk hidup yang dianggap ‘najis’ dan harus dijinakkan agar tidak menjadi liar. Membatasi ruang gerak perempuan dalam dapur, sumur dan kasur dan bertekuk lutut di hadapan suami adalah cara yang paling ampuh menjinakkan perempuan. Pahadal kalau mau jujur iklan-iklan di televisi yang menjadikan perempuan seksi sebagai bintang utamanya hanyalah sekedar memuaskan nafsu birahi laki-laki yang sebenarnya amat terbatas itu. Dan si perempuan pasrah saja dijadikan alat pemuas belaka.

Tentunya disini saya tak hendak berbicara bahwa perempuan adalah musuh lelaki atau sebaliknya. Justru disini saya hendak menunjukkan sebuah system yang menindas dimana hanya ambisi-ambisi mengusai yang dikedepankan. Bukan peluang-peluang mencapai kesejahteraan yang dicarikan jalan pulang. Dan kasus maraknya video mesum di kalangan pelajar akhir-akhir ini sebenarnya adalah puncak dari gunung es kesalahpahaman kita memaknai pornografi.

Sudah sejak zaman saya sekolah dulu kasus hamil di luar nikah sudah jadi umum di kalangan pelajar. Saya bahkan pernah dua kali mengantarkan teman cowok saya yang kebetulan ceweknya terlambat datang bulan ke dukun beranak untuk menggugurkan kandungan. Teman-teman saya juga tahu bidan mana yang bisa diajak kompromi untuk menggugurkan kandungan ketika pasangannya ketahuan hamil. Dan semua itu ada di madura.

Artinya, seks yang dianggap tabu di kalangan masyarakat justru telah jadi bagian aktivitas bawah tanah kalangan pelajar. Televisi yang mempertontonkan film barat dengan adegan mesum yang seringkali bikin syahwat anak-anak SMA mencak-mencak adalah guru paling setia dalam hal ini. Lewat televisilah mereka belajar seks. Dan seringkali aktivitas-aktivitas seks itu dilakukan tanpa control, tanpa pemahaman yang ketat soal reproduksi. Akibatnya si perempuan kembali menjadi tumbalnya. Akan lain ceritanya mungkin ketika masyakat kita mau secara jujur mengakui bahwa kebudayaannya kini adalah kebudayaan universal. Madura toh tak sebersih yang dibayangkan banyak orang. Mulai terbukalah. Karena itu pendidikan seks perlu diajarkan secara universal tanpa ada ketabuan atau risih ketika mengungkapkannya.
Sekolah-sekolah harus mulai berani mengajarkan cara seks yang aman. Dengan begitu anak-anak muda tak perlu harus sembunyi-sembunyi melakukan aktivitas seksual.

Dan tak perlu harus lari dari rumah ketika ketahuan adegan ranjangnya dengan sang pacar tersebar luas via internet. Sehingga anak-anak perempuan kita tak harus jadi mangsa lembah prostitusi ketika mereka merasa dirinya tak berarti pasca keperawanannya direnggut pacar (dan sang pacar melarikan diri tanpa mau bertanggungjawab). Masyarakat tak perlu memberikan vonis. Biarlah pelakunya saja yang menentukan nasibnya sendiri. Dan satu hal yang harus dipahami jangan beradegan ranjang di depan kamera. Karena siapapun kalau ia manusia pasti doyan menontonnya.

Tidak ada komentar: