Yang pernah Hidup dari Remi Porno dan
Stensilan Enny Arrow
Siang itu saya
bergegas ke rumah teman saya, Agus Boncu. Siang itu jam. 13.00. Jalanan kampung
saya sepi. Kebanyakan warga pada tidur. Pelan-pelan saya ketuk pintu kamarnya
yang tepat bersebelahan dengan pintu utama. Teman saya membukakan pintu sembari
mengucek-ngucek mata.
“Reminya
masih ada, Mas?” saya membuka pembicaraan. Dia mengangguk. Kemudian melebarkan
pintu kamarnya. Mengijinkan saya masuk. Dia mengeluarkan setumpuk kartu remi
dari balik kasurnya. Saya memilih, setelah menemukan gambar yang pas saya
menyerahkan uang Rp. 1.000,-
“Sekalian
nyewa Enny Arrownya, Mas?” dia naik ke ranjang. Merogoh lubang
di langit-langit kamarnya. Lalu menyerahkan 10 buku Anni Arrow pada saya.
“Waktunya
seminggu. Kalo hilang, kena denda Rp. 5.000,-“ dia berujar. Saya diam sambil
terus memilih. Setelah beberapa menit memilih, saya memutuskan mengambil buku
di urutan pertama sembari kembali menyerahkan uang Rp. 1.000,-
Begitu
transaksi selesai saya bergegas pulang. Siang itu tahun 1996. Sekitar bulan
Januari. Saya duduk di kelas satu SMA kala itu. Kartu remi yang saya beli bukan
sembarang kartu. Kartu itu bergambar adegan dua manusia berlainan jenis yang
tengah senggama. Gambarnya macam-macam. Mulai yang berwajah bule hingga yang
berwajah asia ada. Posisi senggamanya macam-macam. Saat itu saya punya empat
kartu remi seperti itu. Membeli dari orang yang berbeda. Setelah membeli satu
kartu remi dari Agus Boncu, otomatis saya punya lima kartu remi porno kala itu.
Sementara
buku Enny Arrow adalah buku stensilan. Semua buku yang ditulis pengarang yang
sosoknya masih misterius hingga sekarang itu berbau seks. Erotis sekaligus
vulgar. Deskripsi tentang adegan seks dua manusia berlainan jenis begitu
detail. Kata penis, vagina, tempek, memek, toket, kontol bertebaran tanpa
tedeng aling-aling di setiap halaman-halaman novelnya. Termasuk juga desahan
dan erangan. Majas hiperbola juga kerap dimainkannya. Seperti kepala boa untuk
menyebut penis sering saya temui. Alur ceritanya runut dan sederhana. Laki-laki
perempuan bertemu, melakukan senggama, kemudian keduanya orgasme dan selesai. Di
cerita yang lain yang pernah saya baca, Enny Arrow pernah mengambil tema
pemerkosaan. Seorang perempuan disetubuhi lima orang laki-laki.
Tak
seperti buku umumnya, buku Enny Arrow di halaman terakhir tak mencantumnya
biografi penulisnya. Penerbitnyapun juga tak beralamat. Di halaman belakang
hanya ada tulisan; penerbit mawar. Dibawahnya terdapat gambar mawar.
Di masa dimana kuku kekuasaan Orde Baru masih kuat menancap, terutama di tahun
1980 an hingga 1990 an, penjualan remi porno dan buku stensilan Enni Arrow
merupakan ‘jalan pintas’ anak-anak muda mendapatkan referensi tentang seks.
Sensor kala itu begitu ketat. Seks tabu dibicarkan dengan vulgar. Praktek pelacuran
marak, tapi rejim fasis orde baru menghaluskannya dengan sebutan lokalisasi.
Judi marak dan legal. Namanya begitu ‘mewah’; Sumbangan Dana Sosial Berhadiah
atau yang kerap dikenal dengan SDSB. Tapi rejim dengan sensor serba ketat
ditengah kemunafikan-kemunafikan rejim atas ‘penyakit masyarakat’ itu dijawab
dengan peredaran remi porno dan buku-buku Enni Arrow di bawah tanah. Jangan
cari kedua benda itu di toko buku resmi di jaman orde baru seperti Gramedia atau Gunung Agung. sampek semutanpun tidak akan menemukannya. Carilah
keduanya di pedagang asongan dan penjual koran di terminal.
Boleh
dikata Enny Arrow adalah pelopor dalam genre buku erotis di era Orde Baru. Perpaduan
cerita dengan gambar sekaligus. Di saat Majalah Horizon sibuk memoles karya
humanisme universal, Enny Arrow menggebrak dengan cerita-cerita binal. Di saat
seks menjadi begitu tabu di era orde baru, buku-buku Enny Arrow terus mengalami
cetak ulang. Di saat majalah Fakta menampilkan berita kriminal dengan mata
pelaku ditutup kotak hitam, atau belahan payudara seorang pelacur diblurkan,
Enni Arrow dengan enteng menampilkan gambar-gambar senggama. plus teks desahan-desahan yang tidak mungkin tak membuat pembacanya tegang.
Makanya
tak berlebihan jika sebuah survei yang dilakukan majalah “Men’s Health’ edisi
Indonesia pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa sekitar 17,2% remaja menjadi buku
Enny Arrow sebagai sumber pertama pengetahuan tentang seks.
Sukses
Enny Arrow lewat buku-buku kemudian disusul banyak penulis pseudonim yang mencoba
peruntungan serupa. Menulis cerita tentang seks. Tapi terlambat. Enny Arrow
terlanjur jadi ikon penulis buku stensilan bergenre seks. Sebenarnya di masa
kejayaan Enny Arrow beredar juga novel Nick Carter. Juga tak jelas siapa
pengarangnya. Saya sendiri tak pernah membaca Nick Carter. Tapi ketika saya
duduk di kelas tiga SD, saya kerap melihat Ibu membaca buku itu sambil tiduran.
Biasanya beliau nyewa di persewaan buku. Belakangan baru saya tahu kalau Nick
Carter juga punya cerita seks. Tapi cerita seks di Nick Carter Cuma bumbu saja.
tidak penuh dari awal sampai akhir seperti Enny Arrow
Ada
pula buku stensilan sejenis yang cukup terkenal, yakni Fredy S. Tetapi Fredy S
lebih memilih genre remaja. Dalam hal ini Fredy S tak sendirian sebenarnya. Banyak
penulis pseudonim yang juga menggarap cerita remaja yang Kebanyakan mengulas cerita
cinta yang klise yang dibumbui cerita seks yang cenderung setengah hati. Semisal
Monica. Kalau boleh diklasifikasi Enny Errow menulis seks hardcore, maka Fredy
S softcore.
Esoknya, setelah
mendapatkan buku Enni Arrow hasil nyewa dan membeli remi porno tadi, saya
membawa keduanya ke sekolah. Kerap membawa buku Enny Arrow dan beberapa lembar
remi porno ke sekolah membuat saya jadi punya banyak teman. Tentu saja
teman-teman yang agak nakal. Kalau yang ‘pintar’ tidak mau ikutan. Mereka sibuk
dengan pelajaran. Entah membicarakan PR Matetika yang sulit atau membahas kegiatan
ekstakulikuler. Kadang kita saling bertukar pinjam buku Enny Arrow. Melalui Enny
Arrow dan remi porno kita bersosialisasi, berinteraksi antar teman. Tentu membawanya
harus hati-hati, jangan sampai tetangkap tangan saat razia di sekolah.
Saya sendiri
tak pernah kena razia. Tapi kala kelas tiga SMA saya ketiban sial. Seorang teman
terkena razia. Di dompetnya kedapatan menyimpan sebuah remi porno. Dia diinterogasi
di ruang BP. Mungkin karena ditekan dan diancam, akhirnya teman saya mengaku,
kalau remi porno itu saya yang kasih. Maka, dipanggillah saya juga ke ruang BP.
Berdua kami jadi tersangka. Disuruh membuat surat pernyataan yang ditandatangani
orang tua. Tapi saya tak pernah kehilangan akal. Saya ‘tembak’ aja tandatangan
Bapak. Caranya biar persis saya berlatih meniru tanda tangan Bapak semalam.
Hari-hari ini
barangkali remaja sekarang akan sulit mencari buku stensilan Enny Arrow. Tapi mencari
cerita seks tentu saja gampang. Di zaman saya kuliah di tahun 2000an ada situs
bernama www.17tahun.com yang isi ceritanya
sama persis seperti Enny Arrow. Katagorinya macam-macam. M
ulai cerita seks
konvensional, insest, paruh baya, masturbasi, hingga cerita seks tentang
senggama manusia dengan hewan.
Tapi terlepas dari perkembangan dunia bacaan seks yang kian gegas, secepat laju internet kenangan tentang buku-buku Anny Arrow tetap tak tergantikan. Buku-buku itu jadi satu-satunya novel yang sering saya baca di kamar mandi.
Jadi jika di tahun 2000an ada penulis bernama Ayu Utami dengan novelnya berjudul Saman digadang-gadang sebagai penulis perempuan yang mendobrak tabu seksualitas dan novelnya dikatakan novel ‘berani’ di tahun-tahun awal pasca tumbangnya orde baru, saya cuma senyum-senyum sambil berkata: “Eh, Mbaknya waktu Enny Arrow berjaya kemana aja sih?”
Jadi jika di tahun 2000an ada penulis bernama Ayu Utami dengan novelnya berjudul Saman digadang-gadang sebagai penulis perempuan yang mendobrak tabu seksualitas dan novelnya dikatakan novel ‘berani’ di tahun-tahun awal pasca tumbangnya orde baru, saya cuma senyum-senyum sambil berkata: “Eh, Mbaknya waktu Enny Arrow berjaya kemana aja sih?”
#5Bukudalamhidupku
1 komentar:
Nonton Bokep HD Jav
Nonton Bokep HD Korea
Nonton Bokep HD Artis Indonesia
Nonton Bokep HD Indonesia
Nonton Bokep HD Pecah Perawan
Posting Komentar